Minggu, 20 Apr 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Saatnya Melakukan Revolusi Pendidikan Indonesia
Kerja Bersama Untuk Indonesia Maju
Penulis: Rino
Opini - 22 Mar 2025 - Views: 87
image empty
Dok. Pribadai
Rino. Sumber Gambar: Rudi's Document via LM.

Tidak semua orang akan setuju dengan ide revolusi pendidikan, pun tidak sedikit juga yang menginginkan ide revolusi ini untuk segera digulirkan terutama kalangan ilmuan, praktisi pendidikan, serta mereka yang peduli dan memiliki keprihatinan yang tinggi. Suramnya dunia pendidikan kita telah menjadi tema-tema yang umum dibahas dalam berbagai acara berupa seminar, lokakarya, diskusi nasional maupun daerah dengan pubilkasi yang luas oleh media baik cetak maupun elektronik bahkan terkadang menjadi berita yang sensasional dan menempati headline pada beberapa media. Dalam acara itu narasumber yang kompeten berbicara panjang lebar tentang kondisi dunia pendidikan yang ia ketahui yang dilengkapi dengan bukti-bukti empiris untuk sekedar meyakinkan audience sehingga banyak yang terkesima dan merasa sangat kagum atas pemaparan pemakalah.

Human development Indeks (HDI), tawuran pelajar, perbuatan asusila, korupsi dana pendidikan, jatuhnya nilai UAN siswa, nepotisme pendidikan, jual beli gelar, anggaran pendidikan dan mungkin masih banyak lagi topik menarik lainya yang dibicarakan sebagai hasil temuannya yang diramu dari berbagai referensi. Ironisnya tema-tema kesuksesan pendidikan sepertinya tidak mendapat tempat pada acara itu, keberhasilan putra/putri Indonesai yang telah mengharumkan nama bangsa dibeberapa event olahraga, seni, science kurang mendapat porsi pemberitaan yang besar oleh media dan tidak begitu menarik untuk dijadikan bahasan dalam seminar. Mereka yang telah berjuang dan mendapat award sepertinya hanya dianggap sebagai persitiwa biasa saja. Tidak sedikit diantara mereka yang mencoba pindah kewarganegaraan untuk sebuah prestasi, harapan serta cita-cita besarnya. Mungkin kita akan sepakat mengatakan bahwa ini tidak adil, bahwa kegagalan sering diekspos sebagai berita besar sementara keberhasilan tidak mendapat hal yang sama, sorotan tajam dari berbagai pihak yang berkepentingan di alamatkan kepada sebuah kegagalan, beramacam opini dimunculkan dari sudut pandang dan responden yang berbeda. Komentar akan berbicara sesuai dengan kapasitas keilmuan dan kepentingannya. Ketika keberhasilan dan prestasi diukir komentar masyarakat sepertinya benada sama dan tidak ingin terlalu jauh mengomentari hingga kepada sebuah pandangan analitis, cukup sampai disana saja.

Persoalan Pokok

Ada beberapa kondisi objektif yang perlu mendapat perhatian serius bagi kita bersama. Pertama Mutu Tenaga Pendidikan, IKIP/LPTK.  Institusi yang memiliki otorisasi mencetak tenaga kependidikan di Indonesia baik negeri maupun swasta akan tetapi persolan mendasar adalah kualitas dan kompetensi lulusannya untuk menjadi seorang guru yang profesional banyak menuai kritikan dari dalam maupun luar institusi ini. Hasil penelitian LPTK se Indonesia dalam laporannya pada musyawarah nasional di Bandung tahun 1994 menyatakan bahwa selama hampir dua dasawarsa ini yang memilih masuk IKIP/LPTK adalah bukan lulusan yang termasuk top ten di sekolahnya, dengan perbedaan skor yang sangat signifikan antar pelamar, ini berarti bahwa pendidikan anak bangsa diserahkan kepada mereka yang tidak terlalu istimewa, sehingga output yang dilahirkan tentunya tidak seideal yang diinginkan oleh IKIP/LPTK.

Kedua, Komitmen Pemerintah. Sampai hari ini kita masih menaruh harapan besar dengan anggaran pendidikan yang diamanatkan konstitusi sebesar 20 % dari APBN, tentunya banyak hal yang dapat dilakukan dengan anggaran yang besar itu, pendidikan gratis, dana bantuan operasional sekolah, kurikulum berbasis kompetensi, komite sekolah, bangunan sekolah yang representatif, sarana dan prasaran yang mendukung, dalam tataran konsep kebijakan itu perlu kita dukung dengan harapan tentunya sesuai dengan kenyataan, akan tetapi pengejawantahan di lapangan adalah kebijakan yang belum dilakasanakan sesuai dengan amanat konstitusi, anggaran pendidikan yang 20% sangat sulit diupayakan oleh pemerintah dengan berbagai alasan.

Ketiga Penataan Sistem Pendidikan. Sistem pendidikan kita hari ini masih jauh dari sempuma, seharusnya pemerintah segera merumuskan kembali arah pembangunan manusia Indonesia dengan mengundang seluruh cendekiawan dan orang-orang terbaik di negeri ini untuk duduk bersama membicarakan persoalan yang amat mendasar ini. Sistem pendidikan setiap negara tidak sama dan sangat dipengaruhi oleh kulturnya, Indonesia adalah negara timur yang memiliki tingkat pluralisme yang tinggi, sistem pendidikan nasional harus menjadikan kultur timur sebagai akarnya, akan tetapi tidak perlu memperbesarkan antagonisme barat, bagi Natsir konsep pendidikan yang unggul itu adalah konsep pendidikan yang tidak parsial sangat universal yang mengadopsi segala keunggulan dari budaya barat dan mengkolaborasikan dengan khasanah kita sebagai orang timur, sistem pendidikan barat yang bersifat effiseiency tidak boleh ditolak mentah-mentah kalau hanya dari kebaratannya. Paradigma pendidikan sebagai agen perubah dan modernisasi perlu dicamkan sementara paradigma lama pendidikan sebagai pengawet kebudayaan perlu dikaji ulang dalam peniatannya, sehingga akan lahir pendidikan dengan sistem handal yang mengakar serta memiliki paradigama baru, oleh karena itu penataan sistem pendidikan harus dilakukan seluas-¬luasnya.

Keempat Kontribusi Perguruan Tinggi dan Kaum Intelektualnya. Seberapa besar kontribusi perguruan tinggi terhadap pendidikan hari ini? Tentunya ini sangat menarik untuk dibahas, selama ini perguruan tinggi non IKIP/LPTK sepertinya hanya disiapkan mengisi formasi tenaga kerja diluar sektor non edukatif alangkah lebih baik pendidikan juga dipikirkan oleh perguruan tinggi non IKIP/LPTK sehingga formasi guru dan tenaga edukatif juga menjadi kewajiban kita semua, harus diakui peran perguruan tinggi dalam meningkatkan daya saing bangsa masih jauh dari harapan, kontribusi kaum intelektual dalam membangun bangsa belum optimal, disamping itu fenaomena menarik adalah banyak kaum intelektual yang beraktifitas diluar kampus seperti pengusaha, politisi, birokrat selebritis, menurut Frans Magnis Susesno tidak masalah, hanya saja kaum kaum inteletual tidak lantas berkhianat dengan membuat keputusan atau mengambil kebijakan yang bertentangan dengan keintelektualannya.

Kelima Politisasi Pendidikan. Penetapan arah kebijakan serta rencana strategi pendidikan nasional hendaknya diupayakan secara maksimal, berkelanjutan, sinergis, menyeluruh dan terukur, tidak harus ada perubahan kebijakan mendasar ketika terjadi suksesi kepemimipinan nasional, kalaulah setiap pergantian kepemimpinan nasional terjadi perubahan kebijakan pendidikan tentunya kita akan berangkat dari nol kembali sementara kebijakan pendahulu masih relevan, sehingga terjadi kebijakan tambal sulam. Tindakan mempolitisasi kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan untuk kepentingan kelompok tertentu merupakan salah satu penyebab terhambatnya perkembangan kualitas pendidikan bangsa, sektor pendidikan harus dijalankan terbebas dari tendensi politik dan secara independent harus diberikan otorisasi yang luas.

Ide-ide Revolusioner

Sektor Pendidikan kita hari ini perlu perubahan-perubahan mendasar meliputi paradigma, sistem, infrastruktur kelembagaan. Sudah tidak waktunya lagi untuk mengatakan ketioaksiapan serta keterbatasan kemampuan untuk melakukan ini dan itu, yang akan memancing perdebatan sengit tanpa hasil, akan tetapi tuntutan global adalah berubah atau tidak sama sekali dalam arti akan menjadi pecundang dari perubahan tersebut. Sangat sulit memang pilihan yang ditawarkan akan tetapi sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk tentunya mempunyai keinginan yang kuat untuk tidak lagi dikatakan sebagai bangsa kedua atau dunia ketiga namun harus menegakkan kepala berdiri sejajar dengan mereka, antara lain:

Pertama Revolusi Mental, bangsa ini harus bangkit dari keterpurukan mentalnya, mental korupsi, mental kolusi, mental nepotisme, mental pemalas, mental ABS (asal bapak senang), mental penjahat, mental rakus, mental pemalas, semuanya itu merupakan mental-mental bejat yang harus kita kubur, kita harus hijrah kepada mental yang terpuji seperti menghormati, menghargai perbedaan, toleransi, peduli sesama, kerja keras, disiplin, semangat juang tinggi serta mental mental positif lainya yang merupakan elaborasi dari keunggulan nilai-nilai luhur sebagai bangsa timur khususnya dan asia pada umumnya. Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia, China adalah negara asia yang berhasil melakukannya.

Upaya menuju revolusi mental ini sangat efektif dilakukan dalam bentuk penanaman mental yang positif disekolah, menciptakan sebuah keteladanan nasional (ushwah), model manusia terbaik yang menjadikan masing-masing diri sebagai modelnya, disamping itu law inforcment adalah juga dapat memicu perubahan mental dengan merincinya menjadi standar perilku seorang warga negara yang dituangkan dalam perundangan negara dan memiliki sanksi yang tegas atas pelanggarannya.

Kedua Revolusi Sistem, sistem penganggaran pendidikan nasional dan sistem pembelajaran adalah dua bagian kecil dari sistem pendidikan yang perlu sesegra mungkin untuk direvolusi, pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memiliki nilai balik investasi cukup lama namun sangat profit, keberanian Jepang, Amerika, Malaysia, China clan negara lainya untuk memperoritas sektor pendidikan tentunya harus menjadi teladan bagi kita, sekian tahun mereka berinvestasi melaui sektor ini dan sekarang negara itu merasakan clan sedang menikmati deviden yang luar biasa baik prestasi, pengharagaan yang diraih dalam berbagai evant, kuncinya barangkali satu diantaranya adalah komitmen yang tinggi dari pemerintahnya yang memandang pendidikan sebagai aset yang paling berharga uqntuk masa depan mereka, pun negara dan pemerintahan kita sangat menyadarinya, oleh karena itu konstitusi kita mengamanahkan kepada pemerintah untuk menganggarkan pendidikan minimal 20% dari APBN, namun pemerintah sangat berat dengan angka itu, dengan berbagai alasan yang sangat rasional yang lahir dari pola pikir linear.

Kiranya pemerintah perlu mencoba logika berpikir Quantum yaitu sebuah logika berpikir dalam mencapai sebuah tujuan dengan melakukan percepatan-percepatan dan loncatan-loncatan kinerja, implikasinya adalah keberanian pemerintah mengalokasikan anggaran minimal 20% atau mungkin lebih sehingga mendekati angka 40%, konsekwensinya akan ada pengurangan atau pengahapusan beberapa mata anggaran yang menjadi bagian dari anggaran yang telah ditetapkan selama ini, dengan begitu pemerintah melakukan tindakan yang mengejar keuntungan yang besar pada masa depan dengan mencoba mengorbankan pos anggaran yang tidak perioritas hari ini (cateris paribus). Agaknya keberanian dan kemauan politik pemerintah untuk  berpikir quantum suatu langkah maju demi terwujudnya sebuah pendidikan yang ideal. Sistem pembelajaran juga tak luput dari kritikan.

Pembelajaran yang berlangsung secara klasikal, satu arah, doktrinaisasi, menurut hemat saya adalah pola yang sudah usang clan tidak relevan lagi dengan perkembangan ilmu dan psikologis peserta didik, output dan pola itu adalah dengan semakin banyaknya pengganguran, tawuran, narkoba, pergaulan bebas, kurangnya inovasi, cara berpikir yang tidak dewasa, serta ketidaksiapan peserta didik untuk menghadapi tantangan. Ini tidak berarti kesalahan itu semata mata menjadi milik sektor pendidikan dengan pola pengajaran tersebut tentunya masih banyak faktor lain yang mempengaruhinya, Ngermanto (2002) dalam karyanya Quantum Quation (kecerdasan quantum) mengatakan paradigma baru pembelajaran abad 21 adalah otak tak hingga, informasi cepat dan belajar komprehensif, tiga paradigma ini adalah sebagai interprestasi yang dalam yang dilakukan Ngermanto untuk menjawab tuntutan dan perubahan gobal.

Ketiga revolusi kelembagaan, Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) adalah institusi resmi negara yang berada dibawah presiden dan bertanggungjawab atas pendidikan di negeri ini, keberadaan Diknas sebagai lembaga yang menentukan arah dan kebijakan pendidikan kiranya perlu dikaji ulang, prestasi kerja serta penyediaan pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat belumlah mencapai harapan yang memuaskan, mungkin masih jauh dari standar keberhasilan, masih banyak kita temui anak-anak usia sekolah yang tidak mendapat kesempatan bersekolah, pemuda putus sekolah, sarana dan prasarana sekolah yang jauh dibawah standar, bangunan sekolah banyak yang rusak, serta banyak kelemahan lain yang menjadi catatan hitam dalam perjalanan sejarah pendidikan nasional kita tentunya sangat mafhum Diknas sebagai lembaga pemerintahan yang dipimpin oleh seorang menteri adalah merupakan jabatan politis dengan masa kerja 5 (lima) tahun, masa lima tahun adalah masa yang terlalu cepat dan akan sia-sia mengharapkan komitmen kepemimpinan yang berdurasi lima tahun, setelah masa lima tahun berlalu posisi akan berganti seiring dengan situasi politik yang berkembang, pergantian kepemimpinan identik dengan pencapaian target dan perumusan kebijakan yang baru sehingga terkesan masa lima tahun kepemimpinan adalah masa mencoba setiap kebijakan baru, akan tetapi pendidikan tidak untuk waktu lima tahun saja.

Pendidikan perlu direncanakan untuk jangka waktu lebih, untuk 20 tahun, 50 tahun yang akan datang, maka kebijakan Diknas hendaknya adalah kebijakan yang kontinya dengan pencapaian target yang jelas, kiranya keberadaan Badan Perencanaan Pendidikan Nasional (BAPENDIKNAS) dianggap perlu sebagai lembaga yang bertanggungjawab kepada presiden yang mempunyai fungsi utama sebagai perencana dan pelaksanaan kependidikan nasional, badan ini harus profesional dan diisi oleh kelompok profesional, kaum intelektual dan cendekiawan, serta dijauhkan dari sentuhan kepentingan politis. Disinilah kiranya pendidikan nasional dirancang sedemikian rupa sehingga melahirkan serangkain konsep-konsep dasar pendidikan nasional. Semoga tercapai.

---------------------------
Penulis, Rino, menyelesaikan pendidikan doktoralnya dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Selama lebih dari 19 tahun, ia mengabdikan diri sebagai akademisi di Universitas Negeri Padang (UNP) dan saat ini bertugas sebagai Associate Professor di Program Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Ketertarikannya dalam penelitian mencakup bidang perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Beberapa topik yang pernah ia teliti dan tulis meliputi manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasi, media pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan sistem informasi manajemen.

Ia selalu terbuka untuk berdiskusi dan belajar bersama. Jika ada hal yang ingin didiskusikan atau dibagikan, ia dengan senang hati dapat dihubungi melalui email: rinopekon@fe.unp.ac.id.

A PHP Error was encountered

Severity: Core Warning

Message: Module 'igbinary' already loaded

Filename: Unknown

Line Number: 0

Backtrace: