Minggu, 20 Apr 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Pengembangan Infrastruktur Bali untuk Atasi Kepadatan Wisatawan
Promosi Destinasi Tersembunyi dan Perbaikan Infrastruktur
Penulis: Redaksi LidahRakyat
Liburan - 15 Jun 2024 - Views: 718
image empty
express
Bagian utara dan timur Bali "terasa seperti pulau yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan selatan yang sibuk".

LIDAHRAKYAT - Langkah-langkah sedang diambil untuk meningkatkan infrastruktur dan mempromosikan destinasi yang kurang dikenal di pulau Bali yang indah guna mengatasi kepadatan wisatawan, di mana penyebaran turis sangat tidak merata.

Pada tahun 2023, Bali menyambut hampir 5,3 juta wisatawan internasional, meningkat 144 persen dibandingkan tahun 2022, menurut Bali Management Villas. Selain itu, selama empat bulan pertama tahun 2023, Bali menerima 1.847.735 turis asing, meningkat lebih dari 28 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Di Bali sendiri, penyebaran wisatawan sangat tidak merata, dengan konsentrasi kuat di daerah selatan, yang meliputi Kuta, Seminyak, Legian, Jimbaran, Benoa, Nusa Dua, Uluwatu, dan Pecatu. Daerah ini terkenal dengan kegiatan berbelanja, pantai, dan pesta, menyediakan tempat untuk berjemur, berenang, olahraga air, serta taman air, bar, dan klub malam.

Wayan Suena, direktur utama Indonesia Impression, mencatat bahwa hotel di Bali Selatan biasanya penuh, sementara hotel di utara, timur, dan barat mengalami permintaan rendah. Ia percaya bahwa permintaan dapat disebar ke daerah lain di Bali dengan meningkatkan aksesibilitas, menurut ttgasia.com.

Bagian utara dan timur Bali "terasa seperti pulau yang sama sekali berbeda dengan selatan yang sibuk," kata unforgettabletravel.com. Daerah-daerah ini, menurut perusahaan perjalanan tersebut, menawarkan sisi Bali yang lebih liar dan otentik, dengan keindahan bawah laut, desa-desa menarik, dan pura yang menakjubkan. Salah satu favorit adalah Pemuteran, pantai berpasir hitam yang menawan dengan hotel dan vila mewah serta restoran lokal.

Untuk menyebarkan wisatawan ke bagian lain Bali, Dinas Pariwisata Bali sedang memperbaiki infrastruktur dan sarana pariwisata. "Kami sedang memperbaiki Pura Besakih; membangun taman hiburan internasional dengan Paramount Pictures di Jembrana, Bali Barat; menyelesaikan akses jalan pintas Singaraja-Denpasar; dan melanjutkan pembangunan jalan tol di Bali Barat," kata Tjok Bagus Pemayun, kepala Dinas Pariwisata Bali.

Jalan pintas Singaraja-Denpasar khususnya, telah memberikan hasil positif, menurut Wayan, yang mengatakan bahwa lebih banyak pengunjung yang mengambil tur satu hari ke air terjun Sekumpul dan area Lovina di Singaraja. "Lebih banyak agen juga menjual tur satu hari untuk melihat lumba-lumba di Lovina," tambahnya.

Cerita tentang wisatawan asing yang tidak peka menjadi hal yang umum, dengan teras-teras ikonik sawah di pulau ini hilang di bawah hotel, resor, dan vila. Selama musim puncak pariwisata, dari Juli hingga Agustus, seseorang bisa menghabiskan sebagian besar waktunya terjebak dalam kemacetan lalu lintas.

Penduduk pulau yang paling terdampak oleh perilaku tidak sopan dari segelintir wisatawan, termasuk berpose telanjang di depan pohon sakral dan melepas pakaian di tengah pura, konsumsi air yang berlebihan, pengembangan berlebihan, polusi plastik, dan lalu lintas yang padat.

"Terkadang [lalu lintas] bisa jauh lebih buruk daripada jam sibuk di Inggris," kata Simone Flynn, dari Responsible Travel. Namun, bukan hanya volume lalu lintas yang menjadi masalah. Deretan mobil parkir secara ilegal di pinggir pantai populer, yang dengan cepat menyebabkan antrean panjang.

Pariwisata mendominasi ekonomi Bali. Akibat pandemi, industri ini sangat terpukul, memaksa pemandu wisata dan sopir kembali bekerja di sawah keluarga mereka. Namun, pengembangan berlebihan sekarang membuat teras-teras sawah yang terkenal hilang. Teras-teras sawah ini juga memiliki peran penting dalam menyerap air selama musim hujan. Dengan dibangunnya sawah-sawah ini dan hukum tata ruang yang tidak diterapkan secara efektif, terdapat risiko besar terjadinya banjir parah.

Pariwisata massal juga memberikan tekanan besar pada sumber daya air Bali. Menurut Responsible Travel, lebih dari setengah air tanah di pulau ini digunakan untuk industri pariwisata, untuk kamar mandi dan shower, kolam renang, binatu, dan taman yang indah. Sebagian besar Bali tidak memiliki jaringan air utama, sehingga masyarakat bergantung pada sumur.

Akhirnya, limbah plastik menjadi masalah besar. Pulau ini menghasilkan ribuan ton limbah setiap hari, dengan hanya sekitar 60 persen yang mencapai tempat pembuangan sampah. Pemerintah sebelumnya melarang penggunaan plastik sekali pakai, tetapi pantai, pinggir jalan, dan saluran air Bali masih dipenuhi sampah. Hal ini, pada gilirannya, dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi komunitas lokal. ***