Sabtu, 01 Nov 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Orang Tasik ke Kalbar, Orang Sambas ke Malaysia
Inspirasi Hidup
Penulis: Meja Redaksi Lidah Rakyat
Sorot - 10 Aug 2025 - Views: 137
image empty
Ilustrasi lidahrakyat.com

Siang tadi, saya duduk di dalam mobil, menunggu istri mengikuti seminar di Aula Kanwil Kemenag Kalbar. Seminar yang penuh nasihat luhur, sementara mulut terasa haus. Maklum Pontianak itu panas. Lalu, di sudut mata, muncul dia, pahlawan tanpa tanda jasa, tanpa jubah, hanya dorongan gerobak, penjual es doger.

Es doger ini bukan sembarang es doger. Ini adalah singkatan paling filosofis yang pernah ada, dorong gerobak. Filosofi hidupnya sederhana, selama roda masih bisa berputar, harapan juga ikut berguling. Saya hampiri dia. Namanya Faisal. Umurnya 24 tahun, wajahnya penuh optimisme, seperti iklan mie instan sebelum air mendidih. Ia datang jauh dari Tasikmalaya, Jawa Barat, tanah Pasundan yang katanya permai, tapi untuk bertahan hidup, dia malah mendarat di Pontianak. Bukan main-main, jaraknya ribuan kilometer. Kalau diukur dari tekadnya, bisa sampai Pluto.

Dia tidak sendiri. Ada delapan orang dari Tasik yang bersama-sama merantau, ngontrak satu rumah. Bayangkan, delapan pria dalam satu kontrakan. Itu bukan lagi rumah, itu markas besar Liga Es Doger Internasional. Setiap hari mereka mengais rezeki, bukan di ladang emas, tapi di aspal panas Pontianak. Setiap lebaran, mereka mudik, membuktikan bahwa jarak hanya masalah bensin dan harga tiket. Tapi perantauan itu bukan monopoli orang Tasik. Orang Sambas, kampung halaman saya, juga punya tradisi merantau. Bisa dibilang, orang Sambas termasuk perantau ulung. Bedanya, kalau orang Tasik ke Kalbar, orang Sambas malah menyeberang ke Sarawak, Malaysia. Lebih ekstrim lagi, banyak yang merantau sejak dulu ke Pulau Sumatera, terutama Riau. Kenapa? Karena di kampung, kerja itu ada, tapi duitnya seperti UFO, sering dibicarakan, jarang kelihatan. Akhirnya mereka memilih berangkat ke negeri jiran. Anehnya, kalau nuan pergi ke Sambas, melihat rumah megah dan mewah, tiang tinggi seperti menara pengawas, jangan kira itu rumah pejabat. Kemungkinan besar, itu rumah hasil keringat di Malaysia.

Merantau itu ibarat pernikahan jarak jauh dengan kampung halaman. Kita tetap cinta, tapi harus rela berpisah demi bertahan hidup. Orang Tasik mengajar kita bahwa jauh itu bukan masalah, asal tujuan jelas. Orang Sambas mengajar kita bahwa rezeki bisa saja ada di balik imigrasi lintas batas, selama kita mau menyeberang. Filsafatnya sederhana. Di mana bumi dipijak, di situ sendal jepit dijual. Kadang kita meninggalkan kampung bukan karena benci, tapi karena ingin kembali suatu hari nanti dengan kantong penuh dan gengsi tak tertandingi. Kalau akang hari ini sedang di perantauan, ingatlah, sampeyan bukan sekadar mencari uang. Ente sedang menulis babak epik kehidupan, kisah yang nanti, di usia senja, bisa diceritakan sambil minum es doger, entah di Tasik, di Pontianak, atau bahkan di Sarawak.

Merantau bukan sekadar pindah tempat tinggal, tetapi pindah batas pikiran. Saat kita melangkah keluar dari kampung halaman, kita sedang menguji diri, apakah sanggup bertahan di tengah kesulitan, atau pulang dengan tangan kosong. Perjalanan itu mengajarkan bahwa hidup tidak selalu tentang berada di tempat yang nyaman, tetapi tentang menciptakan kenyamanan dari tempat yang asing. Di sanalah kita belajar bahwa tekad, kerja keras, dan sedikit keberanian sering kali lebih berharga daripada modal besar.

Pada akhirnya, setiap perantau adalah penulis kisahnya sendiri. Entah kisah itu ditulis dengan tinta kesuksesan atau air mata kegagalan, keduanya tetap berharga. Karena merantau selalu memberi dua hal yang tidak bisa dibeli, pengalaman dan kebanggaan. Pengalaman membentuk kita menjadi lebih tangguh, dan kebanggaan membuat kita bisa berkata pada dunia, “Aku pernah berjuang, dan itu membuatku berbeda.” Ji manapun nuan berpijak hari ini, doronglah “gerobak hidup” itu terus ke depan, sampai tujuanmu tercapai. Duh, jadi ingin ingat pernah merantau hampir enam tahun di Jakarta. Sekarang masih jadi perantau dan sudah menjadi warga Kota Pontianak. Rasulullah pun merantau (hijrah) dari Mekah ke Madinah. (Rosadi Jamani)

Tags
es doger