Kamis, 20 Nov 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Tegukan yang Dirindukan
Ontologi Puisi Lidah Rakyat
Penulis: Leni Marlina*
Style - 18 Oct 2024 - Views: 600
image empty
Ilustrasi Puisi, Tegukan yang Dirindu.
Ilustrasi Puisi Leni Marlina "Tegukan yang Dirindu". Sumber gambar: Starcom Indonesia's Painting Collection No. 77 by AI.

Kami, anak-anak yang tenggelam dalam sunyi,
menghirup rasa sakit dari udara yang berbisu,
meneguk kepahitan yang menelusup di balik gigil,
di mana setiap tetes yang turun dari langit
meninggalkan jejak asin yang tak kunjung hilang.

Di balik batas yang terbuat dari kain koyak,
kami memandang dunia dengan mata yang tak berkedip,
melihat bayang-bayang rakus mengubah sungai jadi abu,
dan kehidupan yang layu sebelum sempat mekar,
tertelan oleh kekejaman yang berbentuk manusia.

Kami ingin berdiri di padang kebebasan,
menghirup harum tanah yang tak bercampur darah,
namun racun yang terminum, telah berakar dalam tubuh kami,
mengalirkan nyeri di setiap tarikan napas,
membuat tawa hanya tinggal gema yang tersesat.

Wahai engkau di sana, yang bisa menyentuh tanpa luka,
kami butuh lebih dari sekadar janji,
kami butuh air yang tidak membunuh dalam diam,
dan dunia yang tidak menyisihkan kami sebagai abu,
tapi menerima kami sebagai bagian dari pagi yang baru.


Padang, Sumbar, 2023

*Riwayat Singkat Penulis.

Leni Marlina telah mengabdi sebagai dosen tetap di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang sejak tahun 2006 dan pernah dianugerahi Dosen Berprestasi Terbaik 1 Kategori Penulis yang Diberikan oleh Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang pada tahun 2015. Sebelumnya, ia menamatkan program Sarjana Sastra Inggris tahun 2005 dengan prediket Cumlaude, setelah setahun sebelumnya dianugerahkan penghargaan sebagai Terbaik Pertama Mahasiswa Berpretasi Tingkat Nasional tahun 2024.
Tahun 2011, ia menerima Beasiswa S2 Luar Negeri untuk mengambil Program Master of Writing Literature di Deakin University, Melbourne dan lulus tahun 2013. Ia aktif membimbing kegiatan kemahasiswa, training dan pengabdian di luar kampus di bidang kepenulisan, kebahasaan, dan kebudayaan.
Penulis yang saat ini merupakan ibu dari tiga orang  putra ini,   juga merupakan pendiri dan kepala beberapa komunitas sosial, sastra dan pendidikan, termasuk World Children's Literature Community (WCLC), POETRY-PEN International Community, serta Komunitas Membaca dan Menulis Puisi Indonesia (PPIPM: Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat). Selain itu, penulis mendirikan dan memimpin dua kursus bahasa Inggris: ECSC (English Children's Literature Smart Course) dan MEC (Marvelous English Course), serta komunitas sosial berbasis digital, Starcom Indonesia (Starmoonsun Eduprenuer Community Indonesia). Sebagai anggota aktif dari Perkumpulan Penulis Indonesia SATU PENA Sumatera Barat, penulis juga terlibat dalam kolaborasi internasional, seperti Victoria Writers Association di Australia dan ACC International Writers Community di Hong Kong.

Komentar (9)
DEFRI PUTRA
17 Januari 2025, 14:42 WIB
Menurut saya, puisi ini menyampaikan kepedihan mendalam tentang anak-anak yang hidup dalam penderitaan dan ketidakadilan. Melalui kata-kata yang penuh emosi, puisi ini menggambarkan rasa sakit jasmani dan rohani mereka, sekaligus harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak hanya butuh belas kasihan atau janji kosong, tapi tindakan nyata yang mengembalikan hak dasar mereka yaitu air, kedamaian, dan masa depan yang cerah. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan tanggung jawab kita sebagai sesama manusia.
Muhammad Fadel
15 Januari 2025, 13:38 WIB
Menurut saya puisi "Tegukan yang Dirindukan" menggambarkan penderitaan yang dihadapi oleh anak-anak atau individu yang terjebak dalam penindasan dan ketidakadilan. Dengan menggunakan citraan yang kuat dan penuh emosi, puisi ini menyampaikan rasa sakit dan kehilangan, namun juga menunjukkan keinginan mendalam untuk kebebasan dan perubahan. Harapan akan masa depan yang lebih baik, di mana mereka dihargai dan diterima sebagai bagian dari dunia yang lebih adil, menjadi inti dari pesan puisi ini.
tasya
13 Januari 2025, 18:29 WIB
Menurut saya, puisi ini menggambarkan penderitaan dan keputusasaan anak-anak yang terperangkap dalam ketidakadilan dan kekerasan. Dalam kalimat "racun yang terminum" dan "dunia yang tidak menyisihkan kami sebagai abu," puisi ini mencerminkan kehancuran dan kehilangan yang dialami oleh mereka yang terpinggirkan. Ada seruan untuk perubahan dan harapan akan kebebasan, di mana mereka bisa diterima dengan kasih sayang dan keadilan, bukan sebagai korban.
yurika tiara
17 November 2024, 20:15 WIB
Begging for Freedom from Pain<br /> Seeking freedom from the pain we have long endured. Every step we take is an effort to break free from the pain. Pain teaches us about resilience. In silence, we long for freedom. Searching for a way out of the shadows of sorrow. Although still trapped in pain, we continue to fight to find the path to freedom.<br /> Salsa Suvi Nabila 24 JD Writing NK3 24 SN9-10 LM<br />
Yona Maygita
17 November 2024, 18:07 WIB
Children who have never experienced the real world. Every day they see atrocities occurring where they live. They are sad because they cannot be free and have comfort in the place where they live. They need help from us, so that they can be free from all threats and can carry out their activities in peace.<br /> <br /> Arniza Putri 24 JD Writing NK3 24 SN9-10 LM