Tadi malam, di atas meja makan ada semangkuk sup yang duduk diam di sudut piring porselen.
Wajahnya sederhana: potongan wortel, buncis, dan kentang,
mengapung lesu dalam kuah bening yang tak mengundang selera.
Tak ada yang melirik. Tak satu pun sendok mengusik kehangatannya.
Ia menjadi simbol dari sesuatu yang tampak biasa,
yang hadir tapi tak diinginkan,
yang tersedia tapi tak dipilih.
Beberapa penghuni rumah hanya menatap sekilas,
lalu berpaling pada hidangan yang lebih mengilap,
lebih harum, lebih menggoda.
Dan sup itu—seolah hanya sisa dari dapur yang ingin melupakan.
Namun pagi datang dengan tangan yang berbeda.
Seorang koki yang hatinya tak hanya pandai meracik rasa, tapi juga pandai membaca kemungkinan dari apa yang dianggap tak berguna.
Ia lihat semangkuk sup itu, lalu berpikir:
"Ada sesuatu di sini yang bisa tumbuh."
Ia menambahkan tepung,
mengaduk lembut dengan krim dan rempah,
lalu menata lapisan demi lapisan lasagna.
Keju meleleh di atasnya,
seakan memberi pakaian baru bagi sesuatu yang dulu ditolak.
Dan ketika hidangan itu disajikan lagi,
lasagna itu menjadi rebutan.
Sendok bergesekan.
Piring berpindah tangan.
Yang dulu dilupakan kini diperebutkan.
Begitulah hidup.
Kadang, kita menjadi seperti semangkuk sup semalam—
tak dianggap, tak dicicip, tak disapa.
Padahal di dalam diri kita,
ada potensi yang bisa menjelma lasagna paling nikmat,
jika saja ada satu orang yang mau melihat lebih dalam,
dan berkata: "Kau layak untuk diberi kesempatan kedua."
Setiap manusia menyimpan rasa,
yang tak terlihat oleh mata yang hanya suka pada hal mencolok.
Setiap jiwa membawa cerita,
yang kadang tak sempat dibuka karena dianggap tak penting.
Kita hanya butuh satu koki—
satu hati yang mau mengulurkan tangan,
bukan untuk mengubah kita menjadi orang lain,
tapi untuk membantu kita menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Namun seringkali,
yang terjadi adalah sebaliknya:
kita lebih suka mencemooh daripada membangkitkan,
lebih cepat menilai daripada memahami,
lebih mudah mengabaikan daripada memberi ruang tumbuh.
Padahal jika setiap orang mau menjadi seperti koki itu,
yang dengan sabar meramu sesuatu yang terlupa,
dunia ini tak akan kekurangan lasagna yang menghangatkan.
Karena sesungguhnya—
tak ada manusia yang benar-benar tak berguna,
hanya saja, belum semua diberi kesempatan untuk dimasak ulang,
dengan cinta,
dan dengan harapan
18 hrs ago
18 hrs ago
2.46K
132