Di sudut Warkop Aming yang semerbak kopi robusta, Matasam dan Matjai duduk dengan santai. Matasam, dengan songkok hitam miring ke kiri seakan hidup dalam kemiringan permanen. slSementara Matjai, lengkap dengan songkok dan sarung. Ia menyilangkan kaki seperti orang baru selesai khutbah. Mereka baru saja memesan kopi hitam.
“Mat, kau dengar berita kemarin?” tanya Matjai sambil menyesap kopinya.
“Berita apa lagi, Jai? Soal harga beras yang naik atau soal politik yang makin pelik?” jawab Matasam dengan setengah hati.
“Ini soal politik, Mat! Presiden baru kita yang jenius itu, kau tau? Dia angkat Kaspul jadi Menteri Beramal dan Alimin jadi Menko Kemaslahatan.”
Matasam menelan ludahnya, mencoba menahan tawa. “Kaspul? Menteri Beramal? Maksudmu, dia jadi tukang amal di kementerian?”
“Persis, Mat! Dan yang lucunya, Kaspul itu dulu musuh bebuyutan Alimin. Di media sosial, mereka saling serang kayak dua anak SD rebutan layangan putus,” kata Matjai sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Tapi sekarang, lihatlah! Mereka jadi menteri dan Menko. Hebat betul, ya?”
Matasam tertawa kecil, “Hebat? Itu sih kayak dua orang yang dulu saling tendang di lapangan voli, sekarang malah satu tim main tenis ganda! Nggak nyambung, Jai!”
Matjai mengangguk dengan serius. “Lebih parah lagi, Kaspul nggak bisa jalanin program apapun tanpa persetujuan Alimin. Kalau Kaspul mau bikin program beramal nasional, misalnya, harus nunggu Alimin bilang ‘Aamiin dulu’! Kalau nggak, programnya mental.”
“Ah, itu sih bukan lagi Menko Kemaslahatan, Jai. Itu Menko Kemalasan! Kerja serba tunggu, apa-apa serba tanya, kayak orang hilang arah di tengah hutan, nunggu kompas pinjaman dari tetangga!” Matasam tertawa keras, menggoyang songkoknya sampai hampir jatuh.
“Benar, Mat! Coba kau bayangkan, sebelum jadi menteri, mereka berdua itu saling jatuhin, saling hina kayak anak-anak rebutan mainan. Tapi, tiba-tiba karena presiden ini suka bikin kejutan, mereka disuruh kerja bareng. Kaspul bilang, ‘Saya akan beramal,’ Alimin bilang, ‘Ya, asal saya yang suruh.’ Kalau mereka nggak berantem lagi, berarti dunia ini sudah benar-benar mau kiamat!”
Matasam menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. “Ini negara, Matjai, bukan sandiwara. Tapi kok, tiap hari rasanya kayak nonton sinetron nggak habis-habis. Jadi menteri itu apa harus lulusan teater dulu, ya?”
Matjai menghirup kopinya dalam-dalam dan berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, biar kita tunggu saja episode selanjutnya. Siapa tau nanti ada kejutan yang lebih lucu, Mat. Mungkin besok Kaspul jadi ketua acara amal yang dilarang Alimin karena Alimin nggak suka konsepnya.”
Matasam tertawa keras sampai pelayan warkop menoleh ke arah mereka, “Atau jangan-jangan nanti Kaspul bikin amal yang isinya hanya foto Alimin senyum! Amal ala influencer!”
Tapi, semenak keduanya disatukan dalam kabinet, isu Pansus Haji hilang, isu MLB sirna. "Hebat emang presiden kita sekarang. Sekarang, semua adem ayem," ujar Matjai.
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, seakan menertawakan bukan hanya dua menteri itu, tapi juga segala kelucuan negeri yang mereka tinggali ini.
*Ketua Satupena Kalimantan Barat
2.28K
132