Kabinet Merah Putih sedang bergetar. Bukan oleh isu politik besar, bukan oleh drama anggaran triliunan, tapi oleh sesuatu yang sederhana, mulut. Ya, mulut seorang utusan khusus presiden bagian dari kabinet merah putih seharusnya menjadi alat komunikasi nan bijak. Sayangnya, malah berubah menjadi jurang kehancuran. Gus Miftah, sosok dai flamboyan di panggung politik, akhirnya mundur. Ini bukan karena korupsi, bukan karena kriminal, apalagi selingkuh. Ini hanya tentang mulut (cangkem) yang salah ucap. Karena cangkem memicu badai moral rakyat.
Dunia mungkin takjub melihat keberanian netizen bisa memundurkan menteri hanya karena pernyataan yang dianggap merendahkan. Tapi, inilah Indonesia. Negeri di mana harga diri rakyat lebih mahal dari apapun. Bahkan, dari proyek infrastruktur yang kadang molor bertahun-tahun.
Kisah Gus Miftah ini bukan sekadar pengunduran diri, ini adalah sebuah wake-up call bagi semua pejabat tinggi negeri ini. Kita hidup di era di mana netizen lebih cepat dari berita, lebih garang dari kritik oposisi. Ketika satu kata salah diucap, seluruh penjuru negeri bersatu dalam amarah virtual. Gus Miftah merasakan itu. Dari layar ponselnya, ia menyaksikan bagaimana netizen menyerang tanpa jeda, tanpa ampun. Meme, kritik, hingga doa-doa satire membanjiri ruang digital.
Sebagai bangsa yang katanya beradab, reaksi ini mungkin terasa brutal. Tapi di sisi lain, inilah cerminan bahwa rakyat masih punya suara. Bahwa rakyat, meski sering dianggap kecil, masih punya kekuatan untuk menjatuhkan siapa saja yang merendahkan mereka.
Presiden, para menteri, dan seluruh pejabat tinggi, simaklah ini baik-baik. Mundurnya Gus Miftah adalah simbol bahwa era kejumawaan sudah berakhir. Tidak ada tempat untuk arogansi di tengah rakyat yang semakin kritis. Mulut adalah senjata paling berbahaya, bahkan lebih tajam dari kritik media.
Sebelum bicara, pikirkanlah ribuan kali. Rakyat ini bukan sekadar statistik. Mereka punya harga diri, punya kebanggaan, dan punya netizen yang siap menghantam siapa saja yang melukai itu.
Untuk Gus Miftah, mungkin inilah akhir dari satu babak, tapi juga awal pelajaran penting bagi bangsa ini. Kehormatan rakyat adalah tiang penyangga negeri. Robohkan itu, dan ente akan menghadapi badai yang tak seorang pun bisa redam.
Satu personel kabinet Prabowo sudah mundur. Apakah akan ada lagi memilih jalan serupa? (Rosadi Jamani)
2.28K
132