Malam sebelum hari pemilihan,
- Ada tangan-tangan yang bergerak di dalam gelap.
- Amplop cokelat berpindah dari meja ke meja,
- Isinya bukan doa, tapi harga sebuah suara.
- Di desa kecil yang sunyi,
- Petani tua menimbang nasib.
- "Apa artinya satu suara?" ia bertanya lirih,
- Ketika uang di tangannya bisa membeli beras esok hari.
- Di jalanan kota yang bising,
- Pemuda berbincang dengan mata gelisah.
- "Dua ratus ribu bukan jumlah kecil," katanya,
- "Lagipula, siapa peduli siapa yang menang?"
- Politik uang, mereka menyebutnya,
- Seolah itu hanya strategi di balik layar.
- Namun sebenarnya, itu adalah luka,
- Yang mengoyak jiwa demokrasi yang rapuh.
- Rakyat tak lagi memilih karena visi,
- Mereka memilih karena amplop berisi janji palsu.
- Pemimpin tak lagi datang dari nurani,
- Ia muncul dari perdagangan yang hina.
- Di atas podium, calon berbicara lantang,
- Berjanji membawa perubahan dan harapan.
- Namun di balik layar, tim suksesnya sibuk,
- Membagikan uang seperti gula bagi semut.
- Apa arti suara jika ia dibeli?
- Apa makna pemimpin jika ia berhutang pada amplop?
- Bagaimana ia akan memimpin,
- Jika kakinya tertanam dalam lumpur kompromi?
- Namun, apakah rakyat sepenuhnya salah?
- Ketika perut lapar dan janji terlalu jauh?
- Bahwa suara mereka sering kali dilupakan setelah pemilihan usai?
- Politik uang adalah lingkaran setan,
- Yang membelit rakyat dan pemimpin sekaligus.
- Ia menghancurkan kepercayaan,
- Dan menggantinya dengan keraguan yang mendalam.
- Tapi haruskah kita menyerah?
- Haruskah demokrasi dijual seperti barang dagangan?
- Tidak. Di balik semua ini,
- Masih ada harapan yang bisa kita genggam.