Rabu, 19 Nov 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Merawat Bahasa Indonesia, Menjaga Akar Daerah: Sebuah Jalan Kebudayaan
Bahasa Indonesia
Penulis: Yohanes Nahak,S.Pd
Nusantara - 05 Nov 2025 - Views: 57
image empty
Dok. Pribadi, lidahrakyat.com
Yohanes Nahak,S.Pd

LIDAHRAKYAT.COM- Setiap kata yang terucap bukan sekadar bunyi, melainkan denyut nadi peradaban. Bahasa adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan sesama, dengan sejarah, dan dengan identitas kita.

Ia adalah alat komunikasi, tetapi lebih dari itu, ia adalah simbol persatuan dan jati diri.

Di bulan Oktober ini, kita mengenang momen bersejarah Sumpah Pemuda 1928. Saat itu, para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara bersepakat untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Sejak saat itu, bahasa kita bukan lagi sekadar kosa kata dan tata kalimat, melainkan roh dari sebuah bangsa yang bernama Indonesia.

Bahasa Indonesia: Pemersatu Keberagaman

Bahasa Indonesia adalah bukti nyata kesatuan dalam keberagaman. Dari Sabang hingga Merauke, bahasa ini menjadi pemersatu yang menembus batas suku, agama, dan geografi. Ia adalah resonansi semesta yang menyatukan kita dalam satu napas kebangsaan. Namun, bahasa Indonesia bukan hanya warisan. Ia adalah amanah. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 menegaskan kewajiban kita untuk membina, melindungi, dan menggunakan bahasa Indonesia dengan bijak dan santun.

Menjaga bahasa adalah tanggung jawab kolektif untuk menjaga martabat bangsa di tengah percaturan global.

Bahasa Daerah: Akar yang Menghidupi

Di balik gegap gempita bahasa nasional, hidup ribuan bahasa daerah yang menjadi akar budaya kita. Bahasa daerah adalah gudang pengetahuan lokal, medium doa, dan jembatan spiritual antara manusia dengan alam leluhurnya.

Di Malaka, Nusa Tenggara Timur, masyarakat Taromi mengenal hanematan—wadah sesaji sirih-pinang sebagai media komunikasi dengan leluhur. Bahasa dalam ritual seperti Monu Ai, Bidu, Bonet di TTU, dan Takanab di TTU, bukan sekadar kata. Itu adalah mantra kehidupan yang menyelaraskan hubungan manusia dengan alam semesta.

Kita harus menyadari: jika sebuah bahasa daerah punah, yang hilang bukan hanya katanya, tetapi seluruh cara pandang sebuah komunitas dalam memaknai kehidupan. Bahasa daerah adalah pelita yang menerangi khazanah kebudayaan Nusantara, dan ia tidak boleh dipandang sebelah mata.

Tantangan dan Gerakan di Era Digital

Era digital membawa tantangan sekaligus peluang. Arus globalisasi dan bahasa asing seringkali menggeser kecintaan kita pada bahasa sendiri. Banyak generasi muda lebih akrab dengan gaya bahasa global daripada bahasa Indonesia yang baik, apalagi bahasa daerah.

Justru di sinilah peran kita. Bulan Bahasa harus menjadi gerakan kolektif, bukan seremonial belaka. Sekolah dan komunitas harus menjadi garda terdepan dengan kegiatan kreatif seperti:

· Lomba menulis puisi dan cerpen bilingual (bahasa daerah dan Indonesia).

· Festival sastra yang mengangkat kearifan lokal.

· Konten digital seperti podcast atau video literasi yang menyajikan budaya kita dengan cara yang kekinian. Dengan demikian, bahasa tidak hanya diajarkan, tetapi dihidupkan.

Penutup: Bahasa sebagai Tindakan Merawat

Bahasa Indonesia adalah sayap yang membawa kita terbang ke masa depan. Bahasa daerah adalah akar yang mengikat kita pada tanah leluhur. Keduanya bukanlah pilihan, melainkan dua sisi dari mata uang yang sama yang disebut identitas kebangsaan.

Menjaga bahasa Indonesia berarti meneguhkan martabat kita di dunia. Merawat bahasa daerah berarti menjaga jiwa dan ingatan kolektif kita sebagai bangsa. Oleh karena itu, di bulan bahasa ini, mari kita mengambil tindakan nyata. Mari menulis dengan nurani, bertutur dengan santun, dan mencipta dengan akar budaya.

Setiap kata yang kita ucapkan dan tulis adalah bentuk cinta kepada tanah air, bentuk penghormatan kepada leluhur, dan bentuk merawat Indonesia yang kita cintai. Sebab, pada akhirnya, dalam setiap tutur, kita sedang menjawab sapaan semesta.

 

*Penulis adalah Pengawas Sekokah padia Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Timor Tengah Utara, Juga aktif menulis yang menyentuh aspek budaya daerah, pemerhati pendidikan, pemerhati budaya.

Komentar (1)
Yosef Osi Bnani, S.Pd
05 November 2025, 16:27 WIB
Mantap Bpk. Pengawas. Teruslah menulis. “Menulis membuat manusia abadi dalam kenangan dan makna.” Terimakasih 🙏