Ketika bicara soal hukum di Indonesia, kita tak lagi perlu ke teater. Drama dan akting nan menawan cukup kita saksikan di ruang sidang, gedung pemerintahan, dan tentu saja layar ponsel. Kali ini, cerita dibuka dengan epik oleh the one and only, Paman Birin, Gubernur Kalimantan Selatan, sang maestro peran yang tampil setelah sebulan raib bak angin puyuh musim durian runtuh.
- Hari Senin itu, di pelataran Kantor Gubernur Kalsel, Banjarbaru, ia hadir bak ksatria turun dari awan yang lama menghilang. ASN dan pegawai bersorak haru, melambai-lambai layaknya penonton konser yang melihat idola mereka naik panggung. "Saya ada," katanya dengan nada khidmat, seperti kaisar yang kembali dari pengasingan.
- Di sini kita tahu, hukum di negeri ini mirip film suspense kelas B, selalu ada adegan “aku ada di sini” setelah lenyap berbulan-bulan, dan adegan “bersama kita berdoa untuk keselamatan bersama” yang disampaikan dengan tulus dari bibir tersangka. Hati siapa yang tak luluh, bukan? Seperti Harun Masiku, entah di mana dia, tak ada yang tahu, mungkin sedang hangout dengan teori konspirasi alien di Mars. Tapi sejenak, mari kita rehat dari romantika apel pagi dan momen doa nan sendu. KPK, yang dulunya the shining knight dengan armor gagah perkasa, kini lebih mirip badut di sirkus yang kehilangan klaksonnya. Lembaga antirasuah itu seperti "dipantati" tersangka. Saban hari kabar tersangka-tapi-tak-jadi, saban minggu skenario praperadilan diulang, dari kisah penetapan tersangka jadi drama. "Apakah ini sah?" Paman Birin, dalam plotnya yang terperinci, menggugat penetapan status tersangkanya. Kenapa? Sebab, ia tahu hukum adalah soal siapa yang menari paling indah di depan hakim.
- Apa yang terjadi jika PN Jakarta Selatan menyatakan gugatan ini menang? Tentu, sorak gempita, cymbals berdenting, kembang api meledak di layar imajinasi. Para ASN kembali bekerja, dengan semangat yang katanya “sukseskan ketahanan pangan” sambil bertanya dalam hati, “Ketahanan siapa yang dipertahankan?” Mungkin ketahanan hati sang gubernur untuk terus tersenyum di tengah riuh suap dan gratifikasi yang kabarnya mengalir bagai arus sungai musim hujan.
- Oh, hukum dan negara ini! Menghadirkan kisah yang membuat Agatha Christie atau Sir Arthur Conan Doyle menepuk dahi. Jangan lupa, setelah adegan ini, kita akan disuguhi babak selanjutnya, sidang praperadilan, di mana argumen lebih lentur dari pada sirkus akrobat. Semua hanya sementara, karena keadilan, seperti Harun Masiku, akan selalu punya cara untuk menghilang tanpa jejak. Sediakan kopi liberika wak. Pasang posisi duduk nyaman, dan tunggu drama selanjutnya. Di negara ini, hukum adalah pentas sandiwara tanpa jeda. Siapapun yang bilang ini cuma satire, pasti belum tahu betapa absurdnya kenyataan.
Trisna Filius Adi 24019113 — 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM