Jumat, 25 Apr 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Guru, Pahlawan Ilmu Pengetahuan
Ujung Pena Menembus Batas
Penulis: Leni Marlina*
Sorot - 10 Nov 2024 - Views: 995
image empty
Ilustrasi
Sumber gambar: Starcom Indonesia's Artwork No.109 by AI

/1/
Ujung Pena yang Menembus Batas

Engkau bukan kilat,
tak terguncang dalam gemuruh atau petir yang menampar.
Namun, di tanganmu, kata-kata melayang,
menyusun jaring tak kasat mata,
kami terperangkap dalam arus yang tak bisa dipahami,
mengenal hidup dari dimensi yang tak pernah dilihat.

Peta yang engkau serahkan,
mengantar kami menembus kegelapan tanpa tanda,
melangkah di lorong yang gelap,
tanpa rasa takut, hanya keyakinan pada yang engkau tanam.

Bali, 2013

/2/
Ketenangan yang Menghancurkan

Engkau datang seperti embun di malam sunyi,
membasahi dahaga jiwa yang gersang.
Di balik setiap senyummu,
ada pertempuran besar antara kebijaksanaan dan waktu,
menyulam kata menjadi hidup,
menghidupkan mereka yang sudah lama mati.

Engkau seperti sungai yang tak pernah beristirahat,
mengikis bebatuan, meruntuhkan tebing,
dan kami mengikuti alirannya,
tanpa tahu apa yang menanti,
karena engkau sudah memberi kami kepercayaan
untuk mengarungi dunia di bawah hujan tak terduga.

Bali, 2013


/3/
Tanpa Sorak, Tanpa Nama

Engkau bukan pahlawan yang diumumkan dunia,
namamu tak tergenggam dalam megah prasasti,
meski di setiap ruang yang engkau singgahi,
ruang itu menyempit dalam gema yang menambah berat
di pundak kami.
Membawa api tak terlihat,
membakar yang ada di dalam,
dan kami menjadi terbakar oleh pemikiran yang engkau beri.

Engkau hadir dalam diam yang mengguncang,
mengukir jalan baru yang menuntun kami,
meski tak pernah ada yang tahu arah,
kecuali kami yang pernah merasakannya.


Bali, 2013

/4/
Jejak yang Menembus Dimensi

Kata-katamu terukir seperti garis-garis energi
di dalam tubuh kami,
membangkitkan pergerakan yang tak tampak
namun begitu terasa.
Engkau, pintu yang terbuka ke dunia tak terungkapkan,
menghancurkan kebekuan yang kami bawa,
mengajarkan kami untuk merasakan lebih dari yang bisa dilihat.

Engkau batu karang, kokoh di tengah badai,
tak berteriak, namun dunia tunduk di bawah keberanianmu,
melawan ombak yang tak pernah usai,
meninggalkan jejak yang bisa kami ikuti
meskipun tak ada jalan di depan mata.

Bali, 2013

/5/

Bara yang Menjadi Api

Engkau bukan cahaya yang mencolok,
namun api yang membakar malam,
menyala dalam gelap yang kami tak pernah tahu.
Setiap kata yang engkau ucapkan adalah bara,
membakar kami hingga tak bisa padam,
mengubah keraguan jadi keyakinan yang menyala.

Ilmu yang engkau tanamkan adalah api yang mengeraskan jiwa,
menyalakan jalan kami yang penuh bayang-bayang,
menggugah kami keluar dari tanah yang beku,
berlari tanpa ragu, menuju fajar yang tak ada ujungnya.

Engkau adalah nyala yang tersembunyi,
memimpin kami tanpa menuntut untuk dilihat.
Meski dunia tak mengenal namamu,
kami tahu, engkau adalah kunci dari segala yang tak terungkapkan.
Kehadiranmu adalah gelombang yang menembus laut kami,
membawa kami ke pantai yang belum kami bayangkan.
Dengan setiap langkahmu, engkau meruntuhkan dunia lama,
membentuk kami menjadi dunia baru,
di mana ilmu adalah cahaya yang tak bisa padam,
dan engkau, guru, adalah pahlawan yang membawa kami menikmati indahnya perjuangan hidup sebelum dunia mati.

Bali, 2013

*Riwayat Penulis Singkat:

Puisi ini awalnya ditulis oleh Leni Marlina tahun sebagai karya untuk  koleksi puisi pribadi  tahun  2013, saat penulis menjadi panitia International Conference on Children's Literature di Bali.  Puisi tersebut direvisi kembali serta dipublikasikan pertama kali oleh penulisnya melalui media digital tahun 2024.
Leni Marlina merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat. Ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair & Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Selain itu, Leni terlibat dalam Victoria's Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga merupakan pendiri dan pemimpin sejumlah komunitas digital yang berfokus pada sastra, pendidikan, dan sosial, di antaranya:, (1) Komunitas Sastra Anak Dunia (WCLC): https://rb.gy/5c1b02, (2) Komunitas Internasional POETRY-PEN; (3) Komunitas PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat): https://tinyurl.com/zxpadkr; (4) Komunitas Starcom Indonesia (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia): https://rb.gy/5c1b02
Tags
Tidak tersedia.
Komentar (81)
Asti Marito Rambe
30 Desember 2024, 10:53 WIB
Business Idea Inspired by the Poems: A compelling business idea inspired by the poems "Guru, Pahlawan Ilmu Pengetahuan" could be the creation of a mentorship and educational consultancy that focuses on empowering individuals through knowledge and personal development. This business could offer tailored programs that connect experienced mentors with learners of all ages, providing guidance in various fields such as education, personal growth, and professional development. Additionally, it could host workshops, seminars, and online courses that emphasize critical thinking, creativity, and resilience, helping individuals navigate their paths with confidence and purpose.

Character Traits to Apply in Business: The character traits that should be applied in starting and running this business include humility, resilience, and a passion for knowledge. Humility is essential for recognizing the contributions of others and valuing the learning process, allowing mentors to connect authentically with their mentees. Resilience is crucial for overcoming challenges and adapting to the evolving needs of learners, ensuring that the business remains relevant and impactful. Lastly, a passion for knowledge will inspire both the mentors and the learners, fostering an environment where curiosity and continuous learning are celebrated, much like the spirit conveyed in the poems. Jesica Imelda Pasaribu. 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Fany Margareta
27 Desember 2024, 16:57 WIB
The translation style used here is a blend of literal and interpretive approaches, preserving the original meaning while adapting the phrasing for fluidity in English. The strategy focuses on maintaining the emotional depth and weight of the original text by choosing words that convey both the physical and psychological impacts described in the poem. For example, "the space tightens with the echo" preserves the original's metaphor of an intangible force affecting the environment, while "burning what lies within" emphasizes the internal struggle.

Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Fany Margareta
27 Desember 2024, 16:56 WIB
You are not a hero proclaimed by the world, your name is not etched in grand monuments, yet in every space you visit, that space tightens with the echo that adds weight to our shoulders. Carrying an invisible fire, burning what lies within, and we are consumed by the thoughts you impart.
Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Fany Margareta
27 Desember 2024, 16:55 WIB
Engkau bukan pahlawan yang diumumkan dunia,
namamu tak tergenggam dalam megah prasasti,
meski di setiap ruang yang engkau singgahi,
ruang itu menyempit dalam gema yang menambah berat
di pundak kami.
Membawa api tak terlihat,
membakar yang ada di dalam,
dan kami menjadi terbakar oleh pemikiran yang engkau beri.
Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Muhammad Farez
26 Desember 2024, 23:51 WIB
Lirik/Bait Puisi yang saya sukai:
Engkau batu karang, kokoh di tengah badai,
tak berteriak, namun dunia tunduk di bawah keberanianmu,
melawan ombak yang tak pernah usai,
meninggalkan jejak yang bisa kami ikuti
meskipun tak ada jalan di depan mata.

Bait puisi ini menggambarkan sosok yang kuat, teguh, dan penuh keberanian dalam menghadapi tantangan hidup. "Engkau batu karang, kokoh di tengah badai" menggambarkan keteguhan hati dan kekuatan yang tak tergoyahkan meskipun dalam kondisi yang penuh kesulitan atau cobaan. Batu karang yang tetap kokoh di tengah badai melambangkan ketahanan seseorang yang tidak mudah runtuh oleh tekanan hidup.

"Tak berteriak, namun dunia tunduk di bawah keberanianmu" menunjukkan bahwa keberanian sejati tidak perlu disertai dengan kebisingan atau keributan, namun tetap memiliki pengaruh yang besar. Orang tersebut tetap berdiri teguh, dan keberaniannya membuat orang lain menghormati dan mengikuti teladannya.

"Melawan ombak yang tak pernah usai" mengandung makna bahwa perjuangan hidup tidak pernah selesai, dan seseorang yang kuat terus melawan tantangan yang datang tanpa henti.

Akhirnya, "meninggalkan jejak yang bisa kami ikuti meskipun tak ada jalan di depan mata" menggambarkan bahwa meskipun situasi mungkin tampak tanpa arah atau jalan, teladan yang ditinggalkan oleh sosok ini memberikan arah dan inspirasi bagi orang lain untuk terus maju dan menghadapi kesulitan, meskipun jalannya tidak jelas.
Elsen Agustina Sigalingging - JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM

A PHP Error was encountered

Severity: Core Warning

Message: Module 'igbinary' already loaded

Filename: Unknown

Line Number: 0

Backtrace: