Tulisan singkat masih lanjut cuap-cuap soal tanah HGU Nangahale. Sejak Minggu lalu banyak orang melontarkan pertanyaan macam-macam. Pertanyaan muncul sempat terlewatkan, antara lain; Mengapa Gereja mati-matian pertahankan tanah Nangahale? Atau untuk apa Gereja memiliki tanah besar-besar seperti itu? Untuk apa Gereja berbisnis?.
Bebarapa pastor SVD yang sedang misionaris di luar negeri ikut juga bertanya; Mengapa kita miliki tanah HGU Patiahu kalau memang tanah itu bermasalah? Apakah tidak ada alternatif lain untuk bisa hidup?.
Menanggapi Beberapa pertanyaan diatas, maka saya coba menjawabinya dengan sangat singkat. Sebagai seorang SVD, yang pernah studi teologi misi Gereja:
Misi Gereja Katolik
Bila kita perhatikan, dan sedikit mengaitkan dengan sejarah gereja masa lalu, sepak terjang karya misi Gereja dulu itu sangat diwarnai oleh ETOS (semangat, spirit) bangsa dari mana misionaris Gereja itu datang dari Eropa.
Serikat misi Gereja yang lahir di Spanyol dan Portugal misalnya sangat kuat devosi-devosi termasuk devosi kpd santu santu. Patung-patung didirikan di mana-mana. Sedangkan misi di bidang sosial ekonomi dengan beli tanah, buka sawah, buka sekolah tukang kayu, sekolah peternakan itu kurang mendapat penekanan.
Konggregasi SVD
Serikat Sabda Allah (bahasa Latin: Societas Verbi Divini, disingkat SVD). SVD lahir di Jerman, sangat berbeda dengan tarekat-tarekat lain di dalam Gereja Katolik. SVD didirikan oleh pendiri orang Jerman di negara Jerman yang Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) sudah tinggi dari dulu, dan umatnya sangat dermawan dari kelimpahan mereka.
Bapa Arnoldus Janssen, sambil tetap berprinsip "untuk keperluan misi uang ada di saku umat", juga telah didik tarekat SVD sejak awal supaya kuat "self-suffience" alias harus tetap kuat usaha sendiri juga (kemandirian). Karena etos inilah, tidak seperti tarekat-tarekat lain dalam Gereja Katolik, Bapa Arnoldus Janssen selalu mendirikan pusat biara atau pusat misi SVD di TENGAH HUTAN di mana tanah masih murah dan luas untuk tanam ubi sendiri, tanam sayur sendiri, tanam jagung sendiri, piara babi sendiri, sapi sendiri, kambing, ayam sendiri dan telur ayam sendiri untuk biaya misi penginjilan termasuk untuk makan minum para calon misionaris tarekatnya. Itu sebabnya, pusat misi di Jerman St Arnoldus Jansen tidak dirikan di tengah Kota Berlin, di Kota Bonn atau Kota Koln tapi ia pilih HUTAN di antara Kota Bonn dan Kota Koln yaitu tempat yang saat ini menjadi SANK AGUSTIN.
Hal yang sama diatas dengan Techny sebagai pusat rumah misi SVD di AS tidak memilih kota Chicago (kota besar kedua di AS stelah New York tapi pilih TECHNY sebuah tempat hutan saat itu yang letaknya 30 km di luar kota Chicago), Seminari Tinggi Pertama di Flores tidak dipilih di kota Bajawa tapi pilih Hutan Mataloko, tidak memilih Maumere tapi memilih Nita di Ledalero, untuk Seminari menengah tidak memilih Kota Larantuka tapi memilih Hutan luas di Hokeng, tidak memilih Atambua tapi memilih hutan Lalian/ Nenuk, tidak memilih kota Ruteng tapi pilih hutan lembah Kisol dst-nya.
Tujuannya apa? Jawabannya adalah untuk dapat tempat luas untuk tanam Ubi dan piara babi sapi serta ayam sendiri untuk biaya karya misi Allah sambil harapkan hati dermawan dari umat.
Tanah Nangahale dan Patiahu
Tanah Nangahale dan Patiahu, sebelum menjadi tanah HGU setelah Indonesia merdeka tahun 1945, dibeli SVD dengan uang GULDEN (mata uang Belanda waktu itu) dari perusahaan Belanda untuk kepentingan missio Dei / misi Allah.
Tanah Nangahale dibeli untuk tanam Ubi dan piara babi, sapi dan ayam untuk suplay sendiri makan minum bagi para calon missionaris imam diosesan Se-Nusatenggara di Ritapiret dan tanah Patiahu dibeli dari perusahaan Belanda untuk tanam ubi, piara sapi, babi dan ayam untuk isi usus, alias untuk suplai makan minum dari para calon missionaris SVD bagi misi Gereja sedunia) di LEDALERO.
Dari studi tentang model karya misi tarekat-tarekat religius, hanya SVD yang punya strategi misi seperti ini yang diwariskan dari St Arnoldus Janssen. Sewaktu St. Arnoldus Janssen cari tempat untuk rumah student SVD Jerman yang mau studi teologi di Kota Roma, banyak orang tawarkan rumah di sekitar Vatikan. Bapa Arnoldus tidak mau. Sebaliknya dia pilih lahan luas di hutan yang berada di luar tembok kuno kota Roma (FUORI DI MURO) yang menjadi Pusat Jenderalat SVD hingga sekarang ini.
Di Roma, mungkin hanya Konggregasi SVD saja yang mempunyai rumah dengan pekarangan yang luas sampai ada hutan cemara di sekelilingnya dan dilindungi sebagi salah satu paru-paru kota Roma. Ini hasil dari Otak Jenius seorang putera Jerman St.Arnoldus Janssen dan diikuti oleh SVD anak buahnya sewaktu mereka bermisi di seluruh dunia termasuk di Flores, termasuk di Maumere, dengan beli tanah Nangahale dan tanah Patiahu yang dijual oleh penjajah Belanda kala itu untuk suplai makan minum para calon missionaris di Ritapiret dan di Ledalero yang nanti Melayani umat Allah. Para Rohaniwan, Para Pastor SVD di Flores yang anda kenal dan sedang layani anda telah diberi makan PERUTNYA oleh tanah Nangahale dan Patiahu yang diberi oleh SVD anak buah St. Arnoldus Janssen dari Jerman. Oleh karena itu INI BUKAN BISNIS seperti yang dituduhkan atau di salah mengerti oleh banyak orang. Sebaliknya, ini karya Misi keselamatan dari Allah via SVD - via Gereja termasuk saat ini via Gereja Keuskupan Maumere.
Bagi yang mempersoalkan tanah HGU Nangahale dan Tanah HGU Patiahu lawan karya Allah sendiri. Hati-hati!!. Semua Umat Katolik, Para Rohaniwan, Pater dan Romo Se-Gereja Nusa Tenggara seharusnya BERSYUKUR dan BERTERIMAKASIH karena Gereja Katolik Nusa Tenggara telah dibangun, didesaign dan diletakkan dasar-dasarnya oleh sebuah tarekat misi dengan ETOS misi Gereja Jerman via seorang puteranya yaitu St.Arnoldus Janssen. Jangan menjadi seperti kacang lupa kulit. Terkutuk nanti. Ingat kacang yang sombong lupa kulitnya sendiri lalu tinggal di dalam karung akan dimasak jadi sayur. Sekali lagi kita perlu hati-hati.
Terima kasih, Salam
*Pater Dr. Alexander Jebadu, SVD
Dosen IFTK Ledalero, Sikka, Flores, NTT
4 hrs ago
2.30K
132