Di negeri ini, kritik terhadap kebijakan olahraga bisa lebih panas dari lapangan hijau itu sendiri. Ya, ya, semuanya baik-baik saja. Selama tidak mengomentari proses “naturalisasi” pemain Timnas. Bila itu nekat dilakukan, siapa pun dia akan digempur pasukan +62.
Rupanya, Anggota DPR RI dari Komisi X, Anita Jacoba Gah, tampaknya tidak gentar sedikit pun dengan kekuatan netizen. Seperti sedang berlaga di kolam politik yang licin, Anita mencoba "dribble" dengan kritik pedasnya kepada PSSI.
Dalam rapat kerja Komisi X, Senin kemarin, Anita menyerang dengan nada kritis. Seolah-olah menyentil dasar kebijakan PSSI. "Kita ini negara besar dengan 280 juta jiwa, masa sih nggak ada satu-dua atlet berbakat?" cetusnya. "Kenapa harus ambil dari luar terus?" tanya beliau, yang terdengar seperti suara ibu-ibu pasar yang bertanya soal harga bawang yang tak kunjung turun.
Di ruang sidang yang nyaman, Anita yang datang dari NTT ini menyatakan, Indonesia tak kekurangan atlet. Di sudut pandang beliau, NTT saja, yang katanya daerah "tertua, tertinggal, terbelakang" pun menyimpan potensi atlet melimpah. Bahkan lari, tinju, dan sepak bola, katanya, tak perlu impor talenta! Mendengar pernyataan ini, netizen tentu merespons dengan nada yang sama kritisnya. Mereka mungkin berpikir, "70 tahun kita pakai pemain lokal, apa hasilnya? Nol besar!"
Anita dengan bangga meminta PSSI dan Kemenpora untuk menjawab satu pertanyaan besar, sampai kapan terus mendatangkan pemain luar negeri? Baginya, langkah ini menunjukkan seakan Indonesia miskin atlet. Ini sindiran yang penuh dengan semangat patriotik ala abad ke-20. "Kalau perlu, kita datangkan saja pelatihnya dari pada pemainnya," tukas Anita.
Di luar gedung Nusantara, netizen telah bersiap dengan "senjata" unggahan dan komentar. "Hei, Bu Anita, naturalisasi itu proyek yang membantu kita melangkah lebih jauh!" ujar seorang netizen, penuh semangat. "Dulu main lokal, apa hasilnya? Sekarang malah bisa masuk final Asia berbagai level umur. Bahkan, senior sedang mencoba lolos Piala Dunia!"
Kritik Anita mungkin terdengar seperti nostalgia yang tak mau maju. Macam film lama yang diputar ulang meski bioskop sudah punya layar besar. Mereka dengan lantang mengingatkan, "Jangan jadi pahlawan kesiangan, Bu!"
Indonesia, katanya, punya 280 juta jiwa. Populasi yang luas dengan ribuan bakat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Anita tentu tidak salah. Banyak bibit potensial di pelosok negeri. Tapi seperti pepatah lama berkata, "Beranilah bermimpi besar. Jangan lupa beli sepatu bola baru." Kalau kita ingin pemain lokal berjaya, mungkin langkah selanjutnya bukan hanya melatih, tapi juga memberi fasilitas dan program yang layak.
Di tengah desakan Anita agar naturalisasi dihentikan, netizen mengingatkan, "Lebih baik kita nikmati kemajuan yang ada dari pada memaksa mundur kembali ke belakang." Lagi pula, siapa tahu, naturalisasi ini bukan bentuk "kekalahan" melainkan langkah adaptasi. Ini sebuah cara baru agar nama Indonesia tersemat di panggung internasional.
Negeri ini memang penuh ironi. Di mana perdebatan soal naturalisasi ternyata bisa jadi lebih bergairah daripada pertandingan sepak bola itu sendiri.
8 hrs ago
2.30K
132