Begitu ditetapkan tersangka, langsung diciduk. Itulah Tom Lembong. Begitu ditetapkan tersangka, berminggu-minggu dibiarkan, eh malah kabur tak terdeteksi. Itulah Paman Birin.
Baiklah, mari kita mulai dari drama yang dihadirkan oleh dua sosok kontroversial ini, Tom Lembong dan Sahbirin Noor alias Paman Birin. Ceritanya begini, Tom Lembong sudah dijebloskan ke jeruji besi dengan tuduhan "korupsi impor gula." Katanya, si Tom ini mengeluarkan kebijakan yang ternyata, menurut aparat, "merugikan negara." Tapi sebentar, sejak kapan kebijakan jadi tersangka? Bukankah kebijakan itu biasanya cuma direspons dengan kritik atau debat kusir di acara talk show? Tapi inilah kenyataan hukum di negeri kita, kebijakan kini bisa jadi “aktor utama” di ruang sidang!
Pada sudut lain, kita punya Paman Birin, Gubernur Kalimantan Selatan, yang dalam drama hukum ini seakan kebal dari “sentuhan” hukum. Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa, Paman Birin ternyata tak kunjung tampak batang hidungnya. Entah sedang bermain petak umpet di suatu tempat atau justru sedang menikmati liburan di lokasi eksotis yang tak terjangkau hukum, faktanya, Paman Birin seolah melesat bebas bak ilusi di balik sistem yang katanya “adil.”
Bayangkan, anak buah Paman Birin sudah diciduk, dijemput tanpa basa-basi langsung ke penjara gara-gara OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK. Tapi bos besar? Ah, beliau tampaknya punya “jurus ninja” yang tak sembarang orang bisa pelajari. Pra-peradilan? Siap! Penetapan tersangka? Ada! Tapi perihal penjemputan paksa? Yah, mungkin pihak berwajib sedang sibuk rapat, atau siapa tahu, mereka lupa alamat. Lalu, ada isu lain yang membuat situasi ini lebih dramatis lagi. Katanya, hukum itu untuk semua. Equal before the law, katanya. Tapi di lapangan, ada “pemain” yang nampaknya dilengkapi dengan “perisai tak terlihat.” Rumor beredar, Paman Birin memang tak bisa disentuh. Mungkin karena terlalu “berpengaruh”? Atau mungkin hanya kebetulan ia punya jaringan yang lebih kuat dari jaringan internet kita?
Seakan tidak mau kalah, Tom Lembong pun jadi “poster boy” baru dalam pertarungan hukum vs kebijakan. Kalau Tom hanya karena kebijakan impor gula bisa diciduk, kita jadi bertanya, apakah nanti pejabat yang bikin kebijakan harga cabai juga akan bernasib sama? Kalau begini terus, jangan-jangan pemerintah harus menyiapkan “lapangan hukum” khusus untuk para pejabat kebijakan.
Pada akhirnya, pertanyaan utamanya adalah, apakah kebijakan yang “kontroversial” otomatis bisa berujung pada kriminalisasi? dan lebih penting lagi, kenapa hukum bisa tegas pada satu sisi, tapi bisa "lebih lembut" pada sisi lainnya? Hukum di negeri kita, tampaknya memang punya cara bercanda yang unik, di mana pejabat berlari lebih cepat dari hukum, sementara rakyat hanya bisa menonton. Lidah Rakyat gemetar....
2.28K
132