Dalam narasi pembangunan yang sering dielu-elukan, Indonesia kerap memuja jargon tentang “ketahanan pangan” dan “kemandirian petani.” Namun, kenyataan di lapangan terkadang jauh lebih getir dari slogan. Tengku Munirwan, Kepala Desa Meunasah Rayeuk, bukanlah pejabat besar atau akademisi ternama, melainkan petani yang gigih mencari jalan untuk menyejahterakan warganya lewat benih padi unggul. Namun pada 2019, penghargaan yang seharusnya ia terima justru berubah menjadi jeruji besi.
Munirwan mengembangkan benih padi unggul IF8 yang mampu meningkatkan hasil panen petani secara signifikan, dari rata-rata 5-6 ton per hektar menjadi 8-9 ton per hektar. Benih itu menjadi bukti nyata yang memberi harapan baru bagi petani lokal. Berkat kontribusinya, ia bahkan sempat meraih penghargaan nasional dari Kementerian Desa. Tetapi apa balasan negara? Ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, karena benih IF8 yang ia sebarkan belum mengantongi sertifikat resmi. Hukum memang butuh kepastian, tapi bukankah keadilan juga butuh pertimbangan akal sehat? Jika benih itu terbukti meningkatkan hasil panen, tidakkah lebih masuk akal bila pemerintah turun tangan membantu sertifikasinya, alih-alih mengkriminalisasi penciptanya dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara?
Kasus Munirwan seakan menghadirkan parodi tentang bagaimana sistem bekerja. Di satu sisi, pemerintah getol berkampanye soal swasembada pangan. Di sisi lain, ketika ada inovasi dari bawah yang nyata mendukung cita-cita itu, justru dilabeli pelanggaran. Apa artinya “aturan” bila akhirnya melukai rakyat yang seharusnya dilindungi?
Ironinya makin terasa ketika kita membandingkan: begitu mudahnya para koruptor bisa lolos dari jerat hukum, sementara seorang kades yang membantu petani keluar dari kemiskinan justru diborgol. Apakah prestasi kini lebih berbahaya daripada korupsi?
Munirwan hanyalah satu nama dalam daftar panjang inovator lokal yang kerap terhenti di palang pintu birokrasi. Kasus ini tidak sekadar soal benih padi, melainkan cermin buram tentang bagaimana bangsa ini memperlakukan sosok yang memiliki prestasi dan memberdayakan sekitarnya. Jika saja negara mau sedikit lebih bijak, benih IF8 bisa jadi simbol harapan bagi petani, bukan bukti perkara di ruang sidang. Sayangnya, sejarah justru mencatat ironi: seorang kepala desa yang menabur kesejahteraan, dipaksa menuai hukuman dan harus berada dibalik jeruji
15 hrs ago
2.61K
141