"Lakukanlah segala sesuatu dengan kasih." 1 Korintus 16:14)
Ada kekuatan yang tidak bisa diukur oleh angka. Dua puluh lima tahun bukanlah sekadar perhitungan waktu, tetapi bukti ketekunan, kesetiaan, dan cinta yang terus menyala bahkan ketika dunia menjadi dingin. Dalam terang perayaan 25 Tahun Kaul Membiara Suster Maria Yosefina Neno, SSpS—yang akrab disapa Suster Yo—kita belajar bahwa kasih bukan hanya kata, tetapi jalan hidup.
Suster Yo berasal dari Kampung Sekon, sebuah desa kecil di kaki gunung Timor yang keras tapi penuh harapan. Ia adalah anak dari pasangan sederhana: Bapak Dominikus Eli dan Mama Maria Nesi, petani tulus yang hidup dari tanah dan iman. Dari mereka, ia belajar tentang makna kasih: memberi sebelum diminta, menabur kebaikan meski tak pasti kapan menuai.
Ketika panggilan Tuhan mengetuk hatinya, keluarga tidak menjadi penghalang. Justru dalam air mata restu yang hening, mereka melepasnya dengan doa. Cinta mereka adalah cinta yang melepaskan untuk hal yang lebih besar. Dan Suster Yo pun berangkat, menjadi bagian dari Kongregasi Misionaris SSpS (Servae Spiritus Sancti)—Pelayan Roh Kudus—untuk mewartakan kasih di mana pun ia diutus.
Belanda: Misi yang Tak Terduga
Bukan padang sabana Afrika atau desa terpencil di Asia yang menjadi ladang misinya, melainkan Belanda—tanah modern dengan bangunan megah, tetapi juga dengan sunyi spiritual yang dalam. Di sanalah ia menemukan bahwa kemiskinan rohani bisa lebih menakutkan daripada kelaparan fisik.
Ia bersaksi bahwa banyak orang di Belanda telah kehilangan arah iman. Gereja-gereja menjadi kosong, doa menjadi asing, dan Tuhan terasa jauh. Tapi justru di situ, kasih menjadi sangat dibutuhkan. Ia hadir bukan dengan pengajaran yang rumit, tetapi dengan sentuhan sederhana dan kehadiran penuh cinta. Ia tidak datang membawa jawaban, melainkan menjadi teman bagi yang bertanya; menjadi cahaya bagi mereka yang berjalan dalam gelap. Yang menggugah adalah kisah tentang kemiskinan di sana. “Kalau di Timor, orang miskin masih bisa makan ubi, masih punya rumah dari bambu, masih ada tetangga yang membantu,” katanya. “Tapi di sini, kemiskinan itu berarti tidak punya apa-apa—tidak ada makanan, tidak ada rumah, tidak ada keluarga, bahkan tidak ada harapan.”
Dalam situasi seperti itulah, Suster Yo menjadi wajah Tuhan yang hadir secara nyata. Ia merangkul yang terabaikan, mencintai mereka yang dianggap tidak layak dicintai. Ia menunjukkan bahwa menjadi misionaris bukan soal di mana kita berada, tetapi sejauh mana kita bersedia membiarkan kasih Allah bekerja melalui kita.
Menjadi Misionaris: Panggilan untuk Kita Semua
Perjalanan Suster Yo bukanlah kisah luar biasa yang hanya pantas dikagumi. Justru, ia adalah undangan sunyi yang mengetuk hati kita:
Maukah kita juga menjadi misionaris?
Dunia hari ini lapar akan kasih. Bukan hanya di Belanda, tetapi juga di rumah-rumah kita, di sekolah, di pasar, di media sosial. Banyak orang tampak tersenyum, tapi di dalamnya sunyi dan kesepian. Banyak yang bergelimang fasilitas, tetapi hampa makna. Maka, menjadi misionaris tidak harus menyeberangi benua. Cukup dengan membuka mata, mendengarkan lebih dalam, dan bertindak dengan kasih—di mana pun kita berada.
Kita semua bisa menjadi “misionaris kasih” dalam panggilan hidup kita masing-masing. Seorang guru bisa menjadi misionaris bagi murid-muridnya. Seorang petani bisa menjadi misionaris bagi tetangganya. Seorang ibu rumah tangga bisa menjadi misionaris bagi keluarganya. Syaratnya cuma satu: kasih yang memberi segalanya.
Ketika Kasih Menjadi Jalan Hidup
Dalam dunia yang makin terburu-buru dan penuh kepentingan, kesaksian Suster Maria Yosefina Neno adalah oase. Ia menunjukkan bahwa kesetiaan bukanlah hasil dari kenyamanan, tetapi dari komitmen yang dihidupi hari demi hari. Ia tidak mencari popularitas, tetapi menjadi jawaban bagi orang yang merasa ditinggalkan. Ia tidak berteriak lantang, tetapi membiarkan hidupnya bersaksi.
Mari kita rayakan 25 Tahun Kaul Membiara ini bukan sekadar sebagai tonggak pribadi, tetapi sebagai seruan untuk kita semua:
Untuk lebih mencintai, lebih memberi, lebih hadir, dan lebih peduli. Sebab kasih sejati tak akan pernah habis saat dibagi. Sebaliknya, kasih akan tumbuh, berkembang, dan menjadi terang…
yang tak akan padam.
“Lakukanlah segala sesuatu dengan kasih.” (1 Korintus 16:14)
Dan kasih, seperti hidup Suster Yo, selalu tahu caranya memberi segalanya.
15 hrs ago
2.61K
141