Rabu, 08 Oct 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Engkau Yang Tak Bisa Dibeli
Kumpulan Puisi Leni Marlina (UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia)
Penulis: Leni Marlina*
Style - 11 Jul 2025 - Views: 329
image empty
Ilustrasi
Ilustrasi "ENGKAU YANG TAK BISA DIBELI": Kumpulan Puisi Leni Marlina (UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia). Sumber Gambar: © 2025 Leni Marlina — Book Cover by Starcom Indonesia 25–00032.

/1/

ENGKAU YANG TAK BISA DIBELI

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Engkau tak datang membawa peluit,
melainkan seberkas nyala—
api kecil
yang tak bisa ditiup
oleh angin kekuasaan.

Nyala itu bukan bunyi,
melainkan kesaksian diam
yang tak bisa dibungkam
oleh seragam
atau bintang di pundak.

Engkau tak berselimut jabatan
untuk menutupi luka bangsa.
Engkau tahu:
luka tak sembuh
dengan protokol dan pita,
tetapi dengan keberanian
membuka perban
di hadapan publik
yang telah terbiasa pura-pura tidur.

Di negeri
di mana meja bundar mudah melelang nurani
dengan senyum palsu
dan amplop yang membutakan,
engkau tak bisa dibeli,
engkau berdiri sendiri—
seperti pohon terakhir
yang menolak tumbang
di hutan yang dibakar
dengan senyap yang disengaja.


Padang, Sumatera Barat, 2025


/2/

SUARA YANG TAK DIJUAL

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆


Ia tidak diumumkan.
Ia tak berseragam.
Ia tak menghafal jargon.

Namun jejaknya tertinggal
di marmer kantor
yang gemetar
karena terlalu sering menelan sumpah.

Suara itu tak bisa diprogram.
Ia tak menyala lewat mikrofon.
Ia tidak diberi ID
oleh sistem presensi digital.

Tapi suara itu
mengalir dalam sumsum
orang-orang
yang masih percaya
bahwa kata ‘jujur’
tak boleh diringkas jadi ‘diam’.

Dan karena itu,
ia lebih ditakuti
daripada siapa pun
yang pernah diangkat
untuk membungkamnya.


Padang, Sumatera Barat, 2025


/3/

AKAR PERLAWANAN

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Akar yang tak dinamai
tak tercatat dalam pidato
atau risalah rapat.

Ia tumbuh ke dalam,
merambat di bawah karpet merah
yang menutupi
ceceran uang haram
dan janji yang disekap.

Ia mendengar
apa yang tidak dikatakan.
Ia merekam
apa yang dibisukan.
Ia menyimpan
perlawanan yang belum dilahirkan.

Dan pada suatu pagi,
ketika lembaga tidur
dengan bantal bonus tahunan,
akar itu akan meledak.

Bukan sebagai berita,
tapi sebagai sabda tanah
yang menolak
jadi saksi bisu
kejatuhan bangsanya sendiri.


Padang, Sumatera Barat, 2025


/4/

CERMIN BAGI SIAPUN YANG MASIH PUNYA RASA MALU

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Engkau bukan mereka yang bersenjata,
bukan pula mereka
yang menyusun bintang
di dada mereka seperti medali.

Engkau adalah cermin
yang menggantung sunyi
di depan wajah siapa saja
yang masih menyisakan malu:

“Apakah kau di sini
untuk melindungi rakyat,
atau menjarah harapan mereka?”

Engkau tak membentak,
namun hadirmu mengguncang.
Bukan karena kekerasan,
melainkan karena engkau
tak bisa diajak sepakat
untuk menipu sejarah
dengan keheningan
yang dibayar mahal.

Kau menolak suapan
bukan karena takut ketahuan,
tapi karena kau tahu:
setiap rupiah yang salah tempat
adalah lubang
di dada anak bangsa
yang belum sempat
mengenal arti merdeka.

Saat hukum menjadi labirin,
dan keadilan kehilangan peta,
engkau menjelma arah—
bukan suara paling lantang,
tetapi kompas paling jujur
di tengah kabut
dan kebisingan.


Padang, Sumatera Barat, 2025


/5/

MENOLAK TIPU DAYA

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Kau tak menggenggam senjata,
namun kau menggenggam sunyi
yang mampu
menggetarkan kursi kekuasaan
tanpa suara.

Engkau adalah saksi
bahwa integritas
tak membutuhkan panggung.
Engkau adalah dalil
bahwa keberanian sejati
adalah menolak
ikut serta
dalam perjamuan diam-diam
yang menyajikan tipu daya
sebagai santapan harian.

Kini,
banyak yang hafal hukum,
namun lupa makna keadilan.
Banyak yang fasih berkata “amanah,”
namun membisu
saat uang berdesir di meja mereka.
Banyak yang bersumpah
atas nama rakyat,
namun menandatangani
perjanjian dengan pengkhianatan.

Dan di antara semuanya,
engkau adalah cermin
yang tak mau memutar wajah
demi kenyamanan.

Engkau tak meledak.
Engkau menetes.
Namun tetesmu—hari demi hari—
melubangi batu
yang selama ini
disembah
sebagai kebal
oleh mereka
yang menggubah sejarah
dengan tinta palsu.


Padang, Sumatera Barat, 2025


/6/

LORONG KEJUJURAN

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆


Engkau tak menulis buku,
namun langkah-langkahmu
telah menjadi kitab sunyi
yang dibisikkan
di lorong-lorong kejujuran
oleh mereka yang masih percaya:

bahwa negara bukan warisan,
melainkan perjanjian suci
antara darah, air mata,
dan martabat
yang tak bisa dibeli.

Namamu tak perlu disebut,
karena telah menyatu
dalam dada kami—
bukan sebagai kenangan,
melainkan sebagai sabda
yang menyala
di setiap denyut
yang menolak menjadikan nurani
sebagai barang dagangan,
yang menolak mematikan
nurani kemanusiaan,
yang menolak tunduk
pada keserakahan.


Padang, Sumatera Barat, 2025


/7/

TITIK YANG TAK BISA DIMANIPULASI

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Ada satu titik
yang tak bisa dipalsukan.
Ia bukan di akhir kalimat
melainkan di ujung nurani
yang nyaris dipaksa lupa.

Ia bukan titik tanda tangan—
ia titik keberanian
yang menolak ikut rapat
saat agenda utamanya
adalah menyamarkan kehancuran.

Titik itu tak bernama.
Namun di sanalah
seseorang memilih
untuk tidak makan
dari uang
yang merobek lambung anak bangsa.

Di titik itu,
bendera tak perlu dikibarkan.
Slogan tak perlu dicetak.
Karena yang berdiri di sana
bukan oposisi,
tapi manusia yang menolak
menjadi alat keserakahan.

Dan dari titik itulah,
kebenaran mulai berjalan
tanpa fasilitas dan legalitas.


Padang, Sumatera Barat, 2025


/8/

LENTERA DI TENGKUK SISTEM

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM, PPIC, Satu Pena Sumbar, KEAI, ASM, Penyala Literasi, ACC SHILA, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Satu lentera
masih menyala
di tengkuk sistem
yang dibubuhi stempel ‘aman’.

Ia tidak tergantung pada arus.
Ia tidak dipasang oleh vendor.
Ia tak bisa dimatikan
karena ia hidup
dari dada
yang menolak
di-scan jadi barcode.

Lentera itu tak terang.
Ia hanya cukup
untuk menelanjangi
dokumen yang disamarkan.
Cukup untuk membisikkan:
“Korupsi adalah api
yang membakar
tanpa asap,
namun melelehkan martabat
sebangsa.”

Dan puisi ini—
bukan lagi sekedar metafora.
Ia adalah sirine
yang tak bisa ditidurkan.


Padang, Sumatera Barat, 2025

-------------------------------------------
Sekilas Tentang Penyair:

Leni Marlina adalah seorang penulis, penyair, dan dosen di Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Lahir dan besar di Sumatera Barat, ia tumbuh dengan kecintaan pada kata dan keyakinan bahwa sastra dapat menjadi medium untuk membangun empati dan kebaikan di antara sesama.
Sejak 2006, Leni mengajar mata kuliah bahasa dan sastra, sekaligus aktif membina mahasiswa dalam pengembangan literasi dan karya. Ia percaya bahwa pendidikan dan tulisan adalah dua jalan penting dalam pengabdian kepada masyarakat.

Di dunia kepenulisan, ia aktif di berbagai komunitas literasi, termasuk persatuan penulis Indonesia SATU PENA cabang Sumatera Barat sejak 2022. Di bawah bimbingan Ibu Sastri Bakry dan Bapak Armaidi Tanjung, Leni merasa terus belajar dan bertumbuh sebagai bagian dari ekosistem penulis Sumatera Barat.
Pada Festival Literasi Internasional Minangkabau ke-3 (Mei 2025), ia menerima penghargaan sebagai Penulis Berpretasi Tahun 2025 dari SATU PENA Sumbar, sebuah apresiasi yang ia terima dengan rasa syukur dan harapan agar semangat menulis tetap tumbuh bersama semangat gotong royong.

Secara global, ia bergabung dengan ACC SHILA (Shanghai Huifeng International Literary Association) yang dipimpin penyair dunia, Anna Keiko. Sejak 2024 ia dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia, dan pada 2025 diamanahi sebagai Ketua Perwakilan Asia dalam komunitas duta puisi ACC SHILA—kesempatan yang ia maknai sebagai ruang untuk saling belajar dan mempererat hubungan budaya melalui puisi.

Ia juga tergabung sebagai anggota dari World Poetry Movement (WPM) Indonesia, gerakan penyair dunia yang berpusat di Kolombia, dan di Indonesia dikordinatori oleh Ibu Sastri Bakry.
Keterlibatan Lenni dalam dunia sastra internasional berawal saat menempuh pendidikan Master of Writing and Literature di Australia (2011–2013). Di sana ia pernah tergabung sebagai anggota komunitas penulis di Victoria dan belajar dari banyak penulis lintas budaya.

Pada 31 Mei 2025, ia bersama sejumlah komunitas yang ia dampingi serta bekerja sama dengan Achmad Yusuf (ketua pelaksana), menyelenggarakan kegiatan Poetry BLaD (Peluncuran & Diskusi Buku Puisi) dan IOSoP (International Online Seminar on Poetry). Acara ini diinisiasi dan disponsori oleh Media Suara Anak Negeri (suaraanaknegerinews.com, di bawah pimpinan Paulus Laratmase, berkolaborasi dengan Departemen Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Bagi Leni Marliina, kegiatan ini adalah bentuk kerja bersama dalam merawat semangat edukasi, literasi, kemanusiaan, dan perdamaian melalui sastra.
Di luar aktivitas kampus, Leni juga menulis sebagai jurnalis lepas, editor, dan kontributor digital. Sejumlah karyanya dapat dibaca di platform digital seperti di menu sastra/puisi: lidahrakyat.com, suaraanaknegerinews.com, Forumsumbar.com, bonuasastra.com, dsb