Rabu, 08 Oct 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Dari Amerika ke Bugis: Sebuah Pertemuan yang Menyentuh Jiwa
Inspirasi Indonesia Maju
Penulis: Meja Redaksi Lidah Rakyat
Style - 15 Jul 2025 - Views: 181
image empty
Dok. Pribadi, Istimewa
Foto: Asrul Sani Abu dan Douglas Laskowski adalah Penulis Kamus Bugis Inggris pertama

Suatu hari di Makassar, kota pelabuhan yang panas tapi penuh cerita,
saya menjemput sahabat saya, Pak Razak Nurdin.
Beliau seorang pengusaha percetakan Global yang tinggal di dekat kawasan Pettarani.
Kami tidak langsung bicara bisnis, seperti biasa kami mulai dengan secangkir kopi.
Obrolan pun mengalir dengan tawa ringan dan kehangatan pertemanan lama.

Setelah itu, Pak Razak mengajak saya bertemu seseorang.
"Unik sekali orang ini," katanya. "Orang Amerika, tapi jago bahasa Bugis."
Saya sempat tertawa. Saya pikir itu hanya gurauan.
Tapi ternyata, saya benar-benar akan bertemu dengan pria tinggi besar dari negeri jauh,
yang fasih berbicara Bugis bahkan lebih dalam daripada banyak orang lokal.

Namanya Douglas Laskowski. Seseorang yang pernah viral karena kemampuan Bahasa Bugisnya padahal asli dari Amerika. Saat kami tiba di sebuah kantor penerbitan di Makassar,
dia sudah menunggu dengan sabar.

Namun tak ada raut kesal di wajahnya.
Justru senyuman khas menyambut kami,
senyuman yang saya sebut sebagai "senyum Bugis versi Amerika."
Hangat. Ramah. Penuh ketulusan.

Kami langsung terlibat dalam percakapan yang penuh semangat.
Douglas telah menerbitkan kamus Bugis-Inggris-Indonesia. Bukan kamus biasa,
tapi yang pertama di dunia dalam format tiga bahasa. Dan Douglas langsung memberikan aplikasinya kepadaku.

Saya benar-benar salut.
Ia tak hanya mencintai bahasa Bugis, tapi juga menyelami budayanya serta berkarya untuk masa depan peradaban Bugis.

Percakapan kami terus merambat ke topik yang lebih dalam.
Douglas ternyata sedang bekerja menerjemahkan sebuah kitab suci ke dalam bahasa Bugis.
Dan di ruang yang sama, kami juga bertemu seorang penerjemah Al-Qur’an versi Bugis.
Saya terdiam.
Lalu muncul rasa haru, sekaligus semangat yang menyala ala pelaut Phinisi yang siap menerjang lautan.

Saya membatin,
mengapa tidak ada versi terjemahan Al-Qur’an yang mudah dipahami untuk pemula,
yang terasa seperti sapaan, bukan sekadar terjemahan?
Yang membawa cahaya, bukan hanya baris kata?

Saat itulah ide itu lahir dalam hati saya.
Sebuah proyek hidup yang saya beri nama:
Easy Qur’an – Surat Cinta dari Langit
Bukan hanya untuk saya,
tapi untuk anak-anak saya, dan siapa pun yang kelak mencari Tuhan dalam bahasa sederhana, dalam hati yang baru belajar Islam dengan cara bersahabat.

Saya ceritakan tentang karya-karya saya di YouTube dan dunia literasi.
Douglas pun antusias, bahkan ingin menerjemahkan puisi-puisi saya ke dalam bahasa Bugis, terutama Puisi Sekali Layarku Terkembang.

Saya hanya bisa tersenyum takjub.
Bayangkan, puisi saya dibaca dalam bahasa Bugis oleh seorang pria dari Amerika.
Tuhan memang punya cara unik menunjukkan cinta-Nya kepada bahasa dan akar budaya kita.

Malam itu l, sekitar jam 10 malam kami mengantarkan Douglas kembali ke tempat tinggalnya,
di kawasan CPI Citraland Makassar,
sebuah tempat yang indah untuk menikmati senja dan suara ombak.

Dan ketika kami berbalik arah, meninggalkan laut dan lampu-lampu kota,
saya tahu satu hal:
kami tidak pulang dengan tangan kosong.
Kami pulang malam itu dengan hati yang penuh inspirasi.
Penuh rencana baru, semangat baru,
dan keyakinan bahwa setiap pertemuan yang tulus,
pasti telah diatur oleh Tuhan untuk tujuan yang lebih besar.

Bisa jadi, pertemuan itu bukan hanya untuk hari itu.
Tapi untuk warisan yang ingin kami titipkan pada generasi masa depan.

 

Asrul Sani Abu
Makassar, Juli 2025.