Hari ini, 13 Maret 2025, PINBUK ICMI genap berusia 30 tahun. Tiga dasawarsa perjalanan bukanlah waktu yang singkat, namun juga belum terlalu panjang untuk sebuah gerakan yang bercita-cita membangun ekosistem ekonomi umat berbasis kelembagaan yang kokoh. Sejak didirikan pada 13 Maret 1995, PINBUK lahir sebagai inisiatif dalam menjawab kebutuhan mendesak akan model pemberdayaan ekonomi mikro berbasis komunitas yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Dalam perjalanannya, PINBUK telah turut serta dalam merancang dan mengawal berbagai program strategis yang mendukung pemberdayaan sosial-ekonomi berbasis koperasi dan keuangan mikro syariah. Dari program Proyek Hubungan Bank dan Kelompok swadaya masyarakat (PHBK) yang diinisiasi oleh Bank Indonesia dan GTZ hingga lahirnya BMT KSM Syariah, program P2KER dari Kementerian Koperasi yang melahirkan BMT berbasis pesantren, hingga program Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional (TKPMP) Kementerian Tenaga Kerja yang membina sarjana fresh graduate untuk mendirikan BMT baru, berlanjut program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil (P3T) dari Kemenaker yang mendorong pekerja korban PHK untuk magang dan bekerja di BMT.
PINBUK bersama Kemendesatrans juga melahirkan BMT Trans yang memberdayakan komunitas transmigran. Bersama Pemkab Agam PINBUK mendukung BMT berbasis nagari di Kabupaten Agam, bersama Pemkot Padang menghadirkan KJKS berbasis kelurahan di Kota Padang, dan bersama Kemensos menghadirkan BMT KUBE yang menyasar desa miskin, kawasan sub-urban, serta daerah eks-kerusuhan. Di sektor pertanian, PINBUK juga berkontribusi dalam pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA Gapoktan PUAP bersama Kementan. Selanjutnya bersama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mendorong digitalisasi BMT dalam program BMT 4.0. Dalam skala nasional, lahirlah Bank Wakaf Mikro (BWM) berbasis pesantren yang dikembangkan bersama OJK dan BSI Maslahat.
Selama tiga dekade, berbagai lembaga yang dilahirkan dari rahim PINBUK telah mengalami seleksi alam. Ada yang tumbang, namun tak sedikit pula yang bertahan dan berkembang, bahkan memberikan animasi dari "Membangun BMT" menjadi "BMT Membangun" komunitasnya.
Tidak hanya membangun lembaga BMT dan koperasi syariah, PINBUK juga mengembangkan infrastruktur pendukungnya, menghadirkan Induk Koperasi Syariah Inkopsyah BMT, perusahaan teknologi keuangan mikro seperti PT. USSI, asosiasi BMT (ABSINDO), turut dalam perumusan standar kompetensi SKKNI KJK, SKKNI KSP/PS, dan SKKNI LKM/S serta pendirian LSP KJK, LSP Perkoperasian Indonesia, dan LSP BEKSYA (Bisnis Ekonomi dan Keuangan Syariah).
Beberapa portfolio tersebut setidaknya menunjukkan bahwa PINBUK:
1) "keukeuh" di jalur pemberdayaan komunitas,
2) "keukeuh" dengan pelembagaan sosial ekonomi mikro,
3) "keukeuh" dengan preferensi prinsip syariah, serta
4) "keukeuh" dengan pendekatan sinergi dan kolaborasi dalam mendukung program pemerintah.
Di sisi lain, PINBUK juga selalu "adaptif" —menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Kami terus membuka diri terhadap teknologi digital, mengembangkan inovasi model bisnis, dan mencari solusi terbaik dalam menghadapi tantangan zaman.
Menyikapi Program 70.000 Koperasi Desa Merah Putih
Pemerintah saat ini menggagas program ambisius, yakni pendirian 70.000 Koperasi Desa Merah Putih. Saya yakin Presiden Prabowo bermaksud baik sehingga inisiatif tersebut patut diapresiasi, karena koperasi di tingkat desa berpotensi menjadi lokomotif ekonomi lokal. Namun, dalam implementasinya, ada beberapa aspek krusial yang perlu diperhatikan agar program ini tidak sekadar menjadi proyek top-down yang kehilangan ruh keswadayaan masyarakat.
Pertama, kesadaran sosial (social awareness) di tingkat desa harus dibangun terlebih dahulu. Koperasi bukan sekadar "dibentuk" tetapi harus lahir dari kebutuhan dan kesadaran kolektif masyarakat.
Kedua, koperasi desa harus memiliki model bisnis yang tidak menyaingi usaha masyarakat, melainkan menjadi fasilitator yang memperkuat ekonomi desa.
Ketiga, hubungan kelembagaan antara koperasi desa, bumdes, dan lembaga ekonomi desa lain, pemerintahan desa harus didesain dalam skema win-win, sehingga koperasi tidak sekadar menjadi instrumen birokrasi tetapi benar-benar menjadi milik dan kebanggaan masyarakat desa.
Keempat, aspek kapasitasi SDM menjadi krusial. Koperasi desa membutuhkan pengelola yang kompeten, bukan sekadar pengurus formalitas. Untuk itu, pelatihan dan pendampingan harus menjadi bagian integral dari program ini.
Kelima, koperasi desa harus go digital, bukan hanya dalam aspek operasional dan layanan, tetapi juga dalam strategi pemasaran dan supervisi.
Keenam, berilah ruang untuk memilih model bisnis sesuai dengan potensi dan kearifan lokal, termasuk pilihan pendekatan prinsip syariah sebagai preferensi nya.
Terakhir, Ketujuh, program ini mesti ada pendampingan sekaligus supervisi secara serius dan berkelanjutan hingga saatnya mandiri agar tidak sekadar menjadi proyek seremonial yang kehilangan arah.
Menutup dengan Harapan dan Syukur
PINBUK telah 30 tahun berjuang di jalur ini, dan tidak akan berhenti. Kami mengajak semua pihak—pemerintah, akademisi, komunitas pesantren, koperasi, UMKM, dan pelaku ekonomi mikro—untuk bersama-sama membangun ekosistem ekonomi umat yang lebih kuat dan berkelanjutan
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua mitra dan sahabat yang telah membersamai perjuangan ini. Tanpa dukungan, sinergi, dan kolaborasi dari berbagai pihak, PINBUK tidak akan bisa mencapai titik ini
Sebagai penutup, izinkan saya berpantun:
Koperasi tumbuh, ekonomi maju,
Muamalah kokoh, umat bersatu.
Tiga dasawarsa kita berpadu,
Terus berjuang, janganlah ragu!Selamat milad ke-30, PINBUK ICMI!
Semoga kita tetap "keukeuh" dalam visi dan semakin "adaptif" dalam strategi.
Semoga Allah SWT meridai setiap langkah kita dalam kontribusi membangun negeri.
Wallahu a'lam
Wallahu musta'an
*Aslichan Burhan adalah Direktur Eksekutif PINBUK ICMI
2.28K
132