Cassandra Dewi, wanita yang hidupnya ibarat dewi turun dari langit. Cantik, kaya, populer. Setiap langkahnya adalah berita, setiap senyumnya adalah magnet. Ia tak sekadar artis, ia adalah simbol kesempurnaan yang membuat iri kaum hawa dan memabukkan kaum adam.
Harley Muis, pengusaha tambang timah, lelaki yang diidamkan banyak perempuan. Tampan, berotot, penuh wibawa, dan yang terpenting, kaya raya. Ketika Cassandra dan Harley menikah, negeri ini gempar. Bayangkan, dua manusia sempurna bersatu! Pernikahan mereka bukan sekadar pesta, tapi selebrasi peradaban. Menteri, pejabat, artis, hingga sosialita datang. Gaun Cassandra bertabur berlian, jam tangan Harley seharga rumah mewah. Mereka bukan manusia biasa, mereka legenda hidup.
Kehidupan mereka adalah dongeng yang ditulis dengan tinta emas. Ulang tahun anak? Hadiahnya pesawat pribadi. Liburan? Ke luar negeri, jet pribadi menanti. Makan malam? Restoran bintang lima hanya untuk mereka. Setiap sudut hidup mereka adalah panggung flexing tanpa jeda. Namun, dongeng tak selalu berakhir bahagia.
Prahara itu datang dengan angka yang tak bisa dicerna akal sehat, 300 triliun rupiah. Sebuah megakorupsi yang mengguncang negeri. Siapa dalangnya? Suami tercinta, Harley Muis.
Tangis Cassandra pecah. Ia bukan wanita bodoh, ia tahu kekayaan suaminya berlimpah, tapi 300 triliun? Itu bukan sekadar kaya, itu menguasai takdir orang banyak! Harley ditangkap. Ia digiring ke penjara dengan wajah yang masih tampan, meski kini dibingkai rasa takut.
Di luar sana, Cassandra bukan lagi dewi yang dipuja, tapi simbol keserakahan yang dibenci. Tiada lagi flexing, tiada lagi senyum yang dihiasi berlian. Ia hanya bisa bersembunyi di balik pintu rumah mewah yang kini terasa seperti sangkar besi.
Ketika pertama kali ia menemui Harley di balik jeruji, pria itu masih berlagak jumawa.
"Sayang, jangan panik. Aku masih punya uang. Sewa pengacara terbaik, atur semuanya. Pastikan vonisku ringan."
Cassandra mengangguk. Ia tak peduli bagaimana caranya, asal suaminya bebas.
Ia berjuang mati-matian. Miliaran rupiah mengalir, hakim digoyang, pengacara mahal bekerja. Hasilnya? Harley hanya divonis 6,5 tahun.
Mereka bersorak. Dunia bisa terbakar, tapi mereka tetap berjaya. Namun, mereka lupa satu hal, kemarahan rakyat lebih berbahaya dari segala badai.
Vonis ringan itu membuat negeri ini meledak. Media sosial terbakar, rakyat turun ke jalan. "Korupsi 300 triliun, cuma 6,5 tahun? Hukum apa ini?"
Presiden murka. Jaksa agung naik pitam. Banding diajukan. Hasilnya? Vonis Harley bertambah menjadi 20 tahun.
Seperti disambar petir, Cassandra terduduk. Harley, yang tadinya berlagak seperti raja, kini wajahnya kusut seperti tali layangan. "Dua puluh tahun, Cassandra… Dua puluh tahun!"
Cassandra diam. Ia menghitung dalam hati. Dua puluh tahun… Saat Harley keluar, mereka sudah tua.
Apakah ia masih mau menunggu? Hari-hari berlalu, Cassandra semakin jarang mengunjungi Harley. Awalnya ia memberi alasan, sibuk, lelah, sakit kepala. Lama-lama, ia tak datang sama sekali.
Harley meradang. Dari dalam penjara, ia melihat berita tentang istrinya yang kini mulai kembali ke dunia hiburan. Memoles diri, tersenyum di depan kamera. Cassandra yang dulu menangis kini tampak seperti burung yang baru dilepaskan dari sangkar.
Hari terakhir Cassandra datang ke penjara, ia hanya berkata pelan,
"Aku nggak bisa menunggu dua puluh tahun, Harley."
Harley ingin berteriak. Ingin menghancurkan dunia. Tapi yang bisa ia lakukan hanya menatap punggung wanita yang pernah menjadi dunianya, pergi tanpa menoleh.
Di luar penjara, Cassandra menyesali banyak hal. Ia menyesal menikahi pria yang membawanya ke jurang kehancuran. Ia menyesal membela suami yang akhirnya terbuang.
Ia menyesal menjadi dewi yang lupa bahwa dunia ini tak hanya tentang flexing dan kemewahan.
Tapi penyesalan tak bisa mengubah masa lalu. Di dalam selnya, Harley hanya bisa menatap dinding dingin. Di luar, Cassandra hanya bisa menatap bayangannya sendiri.
Mereka pernah menjadi legenda. Kini, mereka hanya kisah tragis yang dikenang dengan cemooh. (Rosadi Jamani)
4 hrs ago
2.30K
132