Jumat, 25 Apr 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Nyala yang Tak Bisa Dipadamkan
Kumpulan Puisi (PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA)
Penulis: Editor Leni Marlina
Sorot - 28 Feb 2025 - Views: 255
image empty
Ilustrasi
Ilustrasi

/1/
Nyala yang Tak Bisa Dipadamkan


<<1>>

Di tanah yang kehilangan namanya,
di negeri di mana angin berbisik pun dilarang,
di ladang-ladang di mana cahaya bersembunyi,
akar-akar masih bergerak dalam gelap,
mencari celah, mencari air, mencari hidup.

Langit dipaksa melupakan hujan,
pohon-pohon dilarang menghafal musim,
tetapi jauh di bawah tanah,
benih-benih bersumpah untuk tidak mati.

<<2>>
Di kota yang kehilangan cermin,
orang-orang berjalan tanpa wajah,
bayangan mereka terpisah dari tubuhnya,
mereka tak lagi mengenali siapa diri mereka.
Namun pada malam yang nyaris mati,
di jendela yang tersisa,
ada satu lilin yang masih menyala.

Mereka berkata:
ini negeri di mana kata “tidak” telah dikubur,
di mana anggukan lebih aman daripada suara,
tetapi di antara riak-riak sunyi,
ada satu suara kecil yang bertanya,
"Apakah kita benar-benar masih hidup?"

Dan bisikan itu merambat,
dari dinding ke dinding,
dari jantung ke jantung,
dari tanah ke langit.
Lalu tiba-tiba,
seperti sungai yang menemukan jalannya,
seperti petir yang merobek langit buta,
suara-suara itu bergema,
menggetarkan udara,
menghidupkan yang hampir punah.

<<3>>
Di tanah ini, mungkin mereka menanam ketakutan,
tetapi ketakutan tidak bisa berakar selamanya.
Di negeri ini, mungkin mereka mencoba memadamkan cahaya,
tetapi selalu ada bara yang tetap menyala.
Di antara bayang-bayang yang berusaha menghilang,
selalu ada satu yang berani berdiri.

Maka tanah yang bisu akan kembali bernyanyi,
langit yang tertutup akan mengingat hujan,
dan manusia akan mengingat namanya kembali.

Karena ada sesuatu yang tak bisa mereka bunuh—
sebuah nyala kecil di dada manusia,
yang bahkan dalam malam terdalam,
akan selalu menemukan caranya untuk menyala.


Padang, Sumbar, 2023


/2/
Kerontang di Lubukmu


Puisi oleh Yusuf Achmad*
[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Jatim, Kreator Era AI]
------------------------------------------------------------------------

Kering di dalam kerontang,
Bukan di luar,
tapi di ulu hati yang gersang.
Tanpa pohon, daun, atau bunga indah menghias.
Aku berjalan melewati tanah gersang,
merasakan panasnya matahari yang menyengat kulit.

Di sekelilingku, tak bisa bicara, menangis, atau tertawa pasrah.
Tanganku mencoba menyentuh pepohonan yang layu,
tetapi mereka hanya diam tak bersuara.

Jerit mulut-mulut polos,
Terselip di antara hidangan lezat penuh kuasa.
Tertelan di mulut mereka yang hatinya kering kerontang.
Mataku melihat anak-anak kecil yang lapar,
sementara para penguasa menikmati hidangan mewah.

Oksigen dan air bersih, seharga bahan bakar yang terus melayang.
Setiap tetes air menjadi berharga,
seperti mencari emas di gurun pasir.

Beton, besi, dan bangunan tinggi,
Berdiri sombong, mencibir bumi.
Aku berdiri di antara bangunan pencakar langit, merasa kecil dan tak berdaya.

Tak salah kata mereka, tanda tangan disalahgunakan,
Di tengah gelapnya kehidupan,
mereka tetap bersenang-senang ria.
Di balik pintu tertutup, mereka tertawa dan bersulang,
tak peduli pada jerit hati yang tersembunyi

Jalan beraspal tak cukup, gunung tinggi pun mereka robohkan,
Jerit fauna dan flora terpercik api dalam liku pembangunan.
Aku melihat hutan yang terbakar, flora dan fauna merintih dalam derita.

Tangan yang dulu suci,
kini najis tak berharga diri,
Yang semula milik rakyat sejati,
kini dijarah tanpa henti.
Dengan tangan kotor mereka,
merampas apa yang bukan haknya,
meninggalkan luka di hati rakyat.


Surabaya, 10 Februari 2025

*Yusuf Achmad merupakan seorang penulis aktif dan saat ini juga merupakan Kepala SMK SAINTREN Al -Hasan Surabaya; dan Ketua MKKS SMK Swasta Surabaya. Penulis dikenal dengan buku himpunan puisinya “Belanggur di Nyamplungan”.



/3/
Manusia yang Tertinggal di Dalam Cermin


Puisi oleh Leni Marlina
[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]
-----------------------------‐---------------------------------------------------------------

Ada seseorang yang terjebak di dalam cermin.
Ia mengetuk-ngetuk dari dalam,
tetapi suara pantulannya terlalu banyak
hingga ia tak bisa mengenali miliknya sendiri.

Ia pernah percaya dunia ini nyata,
sampai ia sadar bahwa jalan-jalan tidak pernah berhenti berputar,
bahwa jam hanya berjalan jika ada yang memperhatikannya.
Ia berteriak,
tetapi gema suaranya berubah menjadi bahasa yang tak ia mengerti.

Lalu ia melihat wajahnya sendiri.
Tidak ada mata, tidak ada mulut, hanya kosong yang berdenyut.
Mungkin ia bukan siapa-siapa.
Atau mungkin ia adalah semua orang yang pernah ada.

Di dalam cermin, realitas bukanlah sesuatu yang harus dipercayai—
ia adalah sesuatu yang harus dipelajari kembali.


Padang, Sumbar 2022


/4/
Penjaga Langit yang Retak


Puisi oleh Ahkam Jayadi

[PPIPM-Indonesia; Poetry-Pen IC, Satu Pena Makassar, Kreator Era AI]
----------------------------------------------------------------------------

<<1>>
Di balik menara-menara yang menggapai cakrawala,
di antara lembar-lembar pengetahuan yang berdebu,
ada celah gelap di tubuh langit itu,
retak yang menyimpan bisikan rahasia,
tertutup kabut kuasa dan takut.

Mereka yang semestinya penjaga bintang,
kadang melangkah terlalu jauh,
melihat celah di antara sinar,
mencuri terang yang bukan miliknya.

Ruangan yang mestinya menjadi pelita,
berubah menjadi perangkap senyap.
Di balik meja dengan pena tergeletak,
tangan-tangan bayangan meraba kuasa.
“Kamu istimewa, tapi semua bisa dinegosiasi,”
bisikan itu melilit leher seperti angin licik
yang tak terlihat, namun menghancurkan.

<<2>>
Perempuan muda,
seperti anak burung di sarang retak,
terselubung dilema tanpa ujung:
melawan berarti melepaskan sayapnya,
diam berarti tenggelam dalam luka.
Langit yang mestinya melindungi
malah menunduk dalam sunyi.

Laporan hanyut ke dalam sungai yang tiada dasar,
pengadilan menjadi sandiwara bayang-bayang,
sementara pelaku tetap di atas awan,
berpidato tentang moral di depan purnama,
sebuah ironi yang mencabik jiwa-jiwa kecil.

Dan langit itu,
memoles retaknya dengan awan kepalsuan,
berkata, “Mari jaga cahaya bersama,”
namun siapa yang menjaga sang bintang jatuh?
Siapa yang menyembuhkan luka sinar yang padam?

<<3>>
Namun kini suara mulai bergema,
membelah kabut yang dulu mencekam.
Mereka yang jatuh kini berdiri,
mengangkat diri dengan tangis yang berubah menjadi api,
menghidupkan perlawanan dalam deretan aksara.

Langit harus kembali utuh,
para penjaga harus menjaga dengan benar.
Karena pengetahuan tanpa nurani adalah badai,
dan pelindung tanpa keadilan hanyalah gemuruh hampa.

Maka pada suatu waktu,
biarlah kilat menyinari retak-retak itu,
biarlah guruh membawa suara hingga ujung horizon.
Keadilan akan datang seperti hujan pertama,
mencuci noda, menghukum gelap,
dan mengembalikan bintang-bintang pada tempatnya.

Inilah doa sekaligus mimpi,
bahwa langit menjadi naungan yang suci,
di mana cahaya bebas bersinar,
tanpa bayang yang merenggut cahayanya.


Makassar,  Sulsel 2024

*Ahkam Jayadi merupakan  akademisi hukum tinggal di Makassar, anggota Satupena Makassar.


/5/
Yang Abadi Bukanlah Nama

Puisi oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]
-----------------------------‐---------------------------------------------------------------

Orang-orang mengukir nama di batu,
berharap keabadian bisa dipahat di permukaan yang keras.
Tetapi batu hancur. Batu larut. Batu berubah menjadi debu.

Orang-orang menulis sejarah di buku,
berharap kata-kata bisa menggenggam masa lalu dengan erat.
Tetapi halaman dimakan rayap.
Tinta memudar.
Kertas terbakar.

Yang abadi bukanlah nama.
Yang abadi adalah cahaya yang kau tinggalkan di mata orang lain,
adalah doa yang mengalir di mulut mereka yang tak pernah kau kenal.
Yang abadi adalah getar kecil di dada seseorang
saat mereka mengingat apa yang kau lakukan,
bukan apa yang kau tinggalkan.

Jika kau ingin bertahan lebih lama dari waktu,
jangan ukir namamu di batu,
ukirlah ia di hati manusia.


Padang, Sumbar, 2022



/6/
Buang Kesetiaanmu Pada Tulang Busuk!


Puisi oleh Novita*
[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Jabar, Kreator Era AI]


Mereka menggonggong ketika majikan terusik,
taringnya menyeringai saat tuan terancam.
Seonggok tulang dilemparkan ke lumpur,
dan mereka, dengan liur bercucuran,
berebut, bercakar, mengoyak sesamanya.

Di sudut dunia yang kian ringkih,
seorang manusia kurus berdiri kaku,
perutnya menyanyikan lagu kelaparan,
tapi ia bukan peliharaan yang merangkak,
bukan herder yang menjual diri.

Kelaparan bisa merenggut nyawa,
tapi kehormatan menakar martabat,
manusia punya batas yang suci,
tak serendah makhluk rakus berakal tumpul.

Namun lihatlah,
mereka yang menjual perutnya,
menjadi peliharaan tanpa malu,
mengendus perintah, menjilati sepatu,
dan di meja mereka yang bertahta,
mereka menunggu.

Apa bedanya kau dan mereka,
jika lapar merampas nurani ?
Jika nafsu melata di jalan tamak,
dan kebinatanganmu menjadi takdir.

Buang kesetiaanmu pada tulang busuk!
Jangan biarkan liur mengaburkan batas,
lenyapkan rakus yang menjadikanmu budak,
agar tegak sempurna sebagai manusia.


Bogor, Jabar 25 Februari 2025


--------------------------------------------

*Novita Sari Yahya merupakan aktivis, penulis, dokter, ibu dua putra dan satu putri.
Kegiatan sehari-hari peneliti dan penulis
Ekpose kegiatan @novita.kebangsaan. Profil Novita lebih lengkap dapat dilihat pada link berikut: https://www.kompasiana.com/lenimarlina_fbsunppadang6936/6728537ced641573b6510d22/dr-novita-sari-yahya-an-inspiring-indonesia-woman?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile



/7/
Jerit Hati Ibu Pertiwi


Puisi oleh Lily Yovita
[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Penyala Literasi]
----------------------------------------------------------------------------

Tertunduk malu ibu pertiwi
Pada tanah berbunga kamboja
Subur disiram darah para pahlawan
yang tumpah demi kemerdekaan,
Kini
Ternoda oleh darah muda merasa pahlawan

Bising bergema di jalanan kota
Syair kemerdekaan jadi pertikaian tanpa makna,
Anak bangsa berseragam putih
Tak lagi torehkan mimpi di atas kertas
Tapi menghunus celurit bak pahlawan
Berjalan garang menantang  
Hamburkan amarah dengan parang
Saling mencabik siapa yang datang
Jalanan jadi medan perang
Arti kemerdakaan jadi hilang

Merintih perih Ibu Pertiwi
Hati tersayat oleh luka di torehkan si pewaris negeri
Mereka yang dijaga oleh darah para pahlawan,
Kini hembuskan kebencian pada angin kedamaian

Ratap ibu pertiwi semakin pedih
Prestasi anak negeri tak lagi punya arti
Tertutup luka mereka yang tak punya hati
Di antara megahnya istana ilmu
Benteng kebodohan dibangun semakin tinggi

Wahai anak negeri
Masih adakah setetes cinta buat ibu pertiwi?

 
Padang, Sumbar 21 Desember 2024

/8/
Butanya Mata Hati Dunia


Puisi oleh Lily Yovita
[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Penyala Literasi]
----------------------------------------------------------------------------

Malu aku padamu dunia
Membiarkan kaki kaki mungil itu berlarian
di antara bola api dan desingan peluru
Membiarkan tawa riang itu hilang
Dalam lengking kesakitan dan
Jeritan pilu  tiada henti

Malu aku padamu dunia
Tega menyaksikan
peluk erat seorang ibu
pada anak  berkafan putih
Dengan tatapan sayu berlinang air mata
Gemetar menahan duka
melepas genggaman kasihnya
pada peraduan terakhir si buah hati

Malu aku padamu dunia
Saat engkau diam
menyaksikan satu batalyon si baju loreng itu
bersenda gurau dengan  wanita dan anak anak
dalam permainan berdarah tanpa jeda

Malu aku padamu dunia
Saat tubuh yang tak lagi berdaging
Ditembus fosfor putih itu
Dan ...
Meremukkan tulang tulang mereka
Tiada lagi tempat berlari
Dalam penjara panjang tak bertepi

Dimana hatimu dunia
Ketika hancurnya hati para ibu
Saat bayi bayi mungil mereka
Ditinggalkan di antara asap dan debu
Dalam kepungan moncong senjata

Malu aku padamu dunia
Diam ketika empat puluh ribu nyawa syahid
Dan Bumi para nabi bersimbah darah
Oleh luka yang tak kunjung habis

Dalam diam seluruh dunia
Seruan lantang dari jiwa kesatria
Hasbunallah wanikmal wakil
Nikmal maula wanikman nasir
Telah menggetarkan jagad raya.
Membuka hati yang punya rasa
Malu dunia padamu Palestina


Padang, Sumbar 20 Desember 2024
----------------------------------------------------------------------------------------

Lily Yovita, M.Pd., merupakan anak dari pasangan M. Yazif Djalil (Alm) dan Aswita. Merupakan anak kedua dari  empat bersaudara. Lahir di Bukitting,  tanggal 8 September 1976. Pendidikan formal di awali  di SD Negeri 12 Bukittinggi tahun 1983‐1989, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 7 Bukittinggi tahun 1989‐1992, dan SMA Negeri 1 Bukittinggi tahun 1992 ‐ 1995.

Setelah menyelesaikan S‐1 pada jurusan Kependidikan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Padang pada tahun 2000, pengarang mengabdi sebagai guru bantu di SMP Negeri 32 Padang sejak tahun 2003. Status sebagai PNS baru pengarang dapatkan pada tahun 2006. Pada tahun 2010, pengarang mendapatkan beasiswa S‐2 di Universitas Negeri Padang pada jurusan Teknologi Pendidikan dengan Prodi Pendidikan Matematika.

Di SMP Negeri 32 Padang, pengarang dipercaya sebagai wakil kurikulum sejak tahun 2015 -2023. Pada tahun 2020, pengarang terpilih mejadi salah seorang guru penggerak angkatan 1 dari Kota Padang. Kemudian pada tahun 2023 menjadi Pengajar Praktik Guru Penggerak Angkatan 9 Kota Padang.
Tanggal 29 Desember 2023, pengarang dilantik menjadi pengawas SMP Kota Padang.
Karya penulis sebelumnya juga tergabung dalam 7 buku antologi Bersama guru guru di Indonesia dan 1 buah buku solo (Kumpulan Puisi) yang berjudul Awal yang Mengakhiri



/9/
Negeri Ini Masih Berdenyut


Puisi oleh Leni Marlina
[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]
---------------------------------------------------------------------------------------------

Kami menulis nama di jalanan yang pernah terbakar.
Asapnya masih mengendap di mata langit,
menghitamkan awan yang kehilangan arah pulang.

Tetapi api tidak hanya menghancurkan—
ia mengubah abu menjadi tanah yang subur,
ia merubah bayangan menjadi puisi yang tak bisa dihapus.

Mereka pikir negeri ini telah mati,
tetapi kami melihatnya berkedip di antara reruntuhan,
berbisik di dinding yang setengah retak,
berdenyut dalam dada mereka yang masih berani bermimpi.

Jangan kau katakan sebuah negeri telah lenyap,
ketika namanya masih bisa bergetar di bibir orang-orang yang mencintainya.
Negeri ini masih berdenyut,
kami masih hidup seizin-Nya.
Kau bisa merenggut nyawa, tapi hidup-mati di tangan-Nya.
Negeri ini masih berdenyut, dan kami akan terus hidup,
meskipun kau berusaha mematika dengan segala cara,
karena kau hanya manusia penguasa,
bukan Tuhan Yang Maha Kuasa.


Padang, Sumbar, 2022


--------------------------------------------
Kumpulan puisi Leni Marlina di atas (puisi no. 1, 3, 5, dan 9), awalnya ditulis secara bilingual (Inggris-Indonesia) oleh Leni Marlina hanya sebagai hobi dan koleksi puisi pribadi tahun 2022. Puisi tersebut direvisi kembali serta mulai dipublikasikan secara bertahap untuk pertama kalinya melalui media digital tahun 2025.

Leni Marlina sampai saat ini merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat sejak berdiri tahun 2022; Komunitas Kreator Indonesia Era AI. Selain itu, ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair dan Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Leni pernah terlibat dalam Victoria's Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.

Leni juga mendirikan dan memimpin komunitas digital / kegiatan lainnya yang berfokus pada bahasa, sastra, pendidikan, dan sosial, di antaranya:

1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community
3. PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat), the Poetry Community of Indonesian Society's Inspirations: https://shorturl.at/2eTSB; https: shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia): https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community
6. Literature Talk Community
7. Translation Practice Community
8. English Languange Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)

Komentar (7)
Aisyah Soviana Bahri
09 Maret 2025, 11:26 WIB
sance
6 hari yang lalu
Muhammad Fadel(24089139) Ilmu Keolahragaan, Puisi "Nyala Yang Tak Bisa Padam" pada bagian "Mencari celah, mencari air, mencari hidup” menggambarkan semangat menemukan peluang meskipun dalam kondisi yang tidak mendukung.Dalam bisnis, ada saat-saat di mana pasar memiliki peluang yang yang sedikit. Namun, pengusaha sukses adalah akan menambah inovasi dari produk dan menambah kualitas.25 JJ P. KWU 452 SN1-2 LM ONLINE
MEzxFZXfPXA
03 Maret 2025, 20:53 WIB
Siti Zahwa Derila (24006206) Bimbingan konseling, Puisi "Nyala yang Tak Bisa Dipadamkan" menginspirasi kita, bahwasanya semangat dan tekad tidak boleh luntur, bahkan saat menghadapi tantangan besar. Seperti pohon yang terus tumbuh keatas walaupun adanya resiko diterjang angin badai ataupun bara yang tetap menyala, seorang wirausahawan harus mampu bertahan, beradaptasi, dan terus melangkah maju menghadapi rintangan. Kegagalan dan hambatan yang mungkin muncul, tetapi selama ada tekad dan keberanian untuk terus berusaha, selalu ada peluang untuk bangkit dan meraih kesuksesan. Siti Zahwa Derila. No. Urut: 11 (25 JJ P. KWU 452 SN1-2 LM ONLINE)
kwmdRshKjiaN
03 Maret 2025, 11:24 WIB
Nikmatul Khaira (24053105) Pendidikan Ekonomi, Puisi "Nyala yang Tak Bisa Dipadamkan" mengajarkan bahwa semangat dan ketahanan tidak boleh luntur, bahkan saat menghadapi tantangan besar. Seperti akar yang terus mencari jalan dalam kegelapan atau bara yang tetap menyala, seorang wirausahawan harus mampu bertahan, beradaptasi, dan terus melangkah maju meskipun menghadapi rintangan. Kegagalan dan hambatan mungkin muncul, tetapi selama ada tekad dan keberanian untuk terus berusaha, selalu ada peluang untuk bangkit dan meraih kesuksesan.
25 JJ P. KWU 452 SN1-2 LM ONLINE
vFObhCQSDGcdgjt
03 Maret 2025, 11:21 WIB
Semangat hidup dan pesan kehidupan dari berbagai puisi hebat oleh Leni Marlina adalah seluruh puisi memberikan dan menawarkan bagaimana semangat hidup yang perlu dilakukan dan bagaimana pesan yang ada didalmanya dapat memberikan teladan dan dapat diterapkan dalam kehidupan. Karena Semangat hidup dari berbagai puisi tersebut adanya dorongan internal yang mendorong individu untuk terus berjuang meskipun menghadapi berbagai tantangan. Artinya mencerminkan sikap positif dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Pesan inspiratif yang dapat diambil dari semangat hidup adalah pentingnya memiliki tujuan dan harapan, serta kemampuan untuk bangkit dari kegagalan. Setiap pengalaman, baik maupun buruk, memberikan pelajaran berharga yang membentuk karakter dan memperkuat tekad. Dengan menjaga semangat hidup, seseorang dapat menginspirasi orang lain dan menciptakan kehidupan yang baik.

Seperti judul puisi oleh Leni Marlina yaitu "Waktu Yang Menua di Tubuh Ibu" dapat kita tarik semangat yang ada didalamnya bahwa berisi bagaimana perjuangan seorang ibu demi anak anaknya untuk dapat tumbuh dan sehat. Pesan yang dapat menginspirasi kita untuk dapat kita terapkan bagaiman usaha dan perjuangan seorang ibu.

Jika diterapkan dalam dunia wirausaha dapat dilakukan dengan cara jika saya membuat jenis usaha kue bolu, kemudian ada salah satu customer datang ke ruko saya dan dia berkata bahwa dia tidak suka dengan rasa kue bolunya maka saya sebagai pengusaha kue bolu tetap sabar dan kuat dalam menghadapi customer dan berikan jawaban yang sopan sehingga nantinya customer tetap ingin mencoba kue bolu lainnya. Nama : Thabina Amanda Arcellia. Nim : 24006048. No. Absen : 2. 25 JJ.P KWU 452 SN1-2 LM ONLINE
ToVBliQIo
03 Maret 2025, 10:19 WIB
Sance Maryam Puti(24089178)
Ilmu Keolahragaan, Puisi "Nyala Yang Tak Bisa Padam" pada bagian "Mencari celah, mencari air, mencari hidup” menggambarkan semangat menemukan peluang meskipun dalam kondisi yang tidak mendukung.Dalam bisnis, ada saat-saat di mana pasar tidak kondusif atau persaingan sangat ketat. Namun, pengusaha sukses adalah mereka yang bisa melihat peluang di tengah tantangan, seperti menemukan niche market atau menciptakan solusi kreatif bagi konsumen.25 JJ P. KWU 452 SN1-2 LM ONLINE