Minggu, 20 Apr 2025
LidahRakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Jangan Lemahkan Pengawasan Sempadan Pantai Karena Alasan Izin Pusat
Kerja Benar dan Cerdas Untuk Perubahan
Penulis: Dr. Kanisius Jehabut, MH
Analisis - 13 Apr 2025 - Views: 273
image empty
Flyer Foto, Dok. Kanisius Jehabut

Manggarai Barat adalah surga pariwisata yang kini tengah menjadi incaran investasi besar, terutama di kawasan pesisir. Namun, semakin deras arus pembangunan, semakin banyak pula suara masyarakat yang bertanya: siapa yang sebenarnya mengawasi agar pantai dan laut tidak dikuasai segelintir investor? Pertanyaan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang kami selenggarakan bersama organisasi perangkat daerah (OPD) teknis. Salah satu temuan utama: banyak pembangunan hotel di kawasan pesisir Labuan Bajo dilakukan dengan izin dari pemerintah pusat atau provinsi, namun pembangunannya menimbulkan persoalan tata ruang dan lingkungan di tingkat lokal. Lantas, apakah karena izin dari pusat maka pemerintah daerah tidak bisa bertindak? Jawabannya: bisa dan wajib bertindak.

Kami di DPRD Kabupaten Manggarai Barat sangat menghormati semua pihak yang telah menanamkan investasi di daerah ini. Investasi yang sah dan bertanggung jawab adalah mitra penting dalam pembangunan daerah. Namun demikian, pengawasan terhadap pemanfaatan ruang, terutama kawasan pesisir, adalah bentuk nyata dari komitmen kami untuk menghadirkan kepastian hukum bagi semua pihak, termasuk investor.

Dengan pengawasan yang baik, tidak ada ruang untuk ketidakpastian, konflik sosial, atau sengketa hukum di kemudian hari. Kami juga memberikan ruang dan menyambut dengan tangan terbuka setiap rencana investasi baru, selama mematuhi aturan tata ruang, lingkungan hidup, dan menjaga hak masyarakat atas akses ruang publik. Manggarai Barat bukanlah ruang kosong, melainkan ruang hidup bersama yang telah memiliki sistem sosial, budaya, dan hukum yang wajib dihormati.

Perizinan usaha saat ini memang dilakukan melalui sistem daring OSS berbasis risiko. Sistem ini menentukan kewenangan pemberi izin berdasarkan jenis usaha dan skala bangunan. Misalnya, untuk hotel dengan bangunan lebih dari 10.000 meter persegi, izinnya menjadi kewenangan pusat. Tapi ini hanya soal penerbitan izin, bukan soal pengawasan teknis di lapangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Lingkungan Hidup secara tegas menyatakan bahwa pengawasan dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai kewenangan masing-masing. Jadi, pemerintah daerah tetap punya tanggung jawab dan dasar hukum untuk mengawasi, menegur, bahkan merekomendasikan pencabutan izin usaha bila ditemukan pelanggaran di lapangan.

Pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 telah menetapkan bahwa batas sepadan pantai minimal 100 meter dari garis pasang tertinggi ke arah darat. Ini bukan sekadar aturan teknis, melainkan pengakuan bahwa pantai bukan milik investor, melainkan ruang hidup bersama masyarakat. Dalam konteks Manggarai Barat, aturan ini sudah dijabarkan dalam Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2024 tentang RDTR Kawasan Labuan Bajo. Tapi apakah ketentuan ini benar-benar dilaksanakan? RDP menunjukkan bahwa masih banyak bangunan hotel yang tidak memberi akses publik ke pantai, bahkan berdiri di zona sempadan tanpa mempertimbangkan fungsi lindung kawasan pesisir.

Saat ini, pemerintah menyatakan bahwa semua izin sudah dilakukan secara daring dan transparan melalui OSS. Namun, masyarakat tak butuh sistem yang hanya rapi di atas kertas. Yang dibutuhkan adalah pengawasan nyata di lapangan: apakah jalur pedestrian sudah tersedia? Apakah warga masih bisa turun ke pantai? Apakah izin lingkungan dan kesesuaian tata ruang benar-benar dihormati? Sistem OSS justru memberikan sinyal bahwa semakin canggih sistemnya, maka semakin penting pengawasan lokal dilakukan secara aktif. Karena data yang diinput bisa saja tidak sesuai dengan kondisi lapangan, atau izin diberikan tanpa disertai pengecekan riil atas kondisi sosial dan lingkungan.

Sebagai anggota DPRD Kabupaten Manggarai Barat, saya mendorong: Pertama, Audit menyeluruh terhadap 27 hotel di kawasan pesisir, termasuk yang izinnya berasal dari pusat atau provinsi, Kedua, Penegakan ketentuan sempadan pantai dan akses publik, tanpa pengecualian, Ketiga, Evaluasi atas RDTR dan pemetaan zona bertampalan, yang berpotensi memberi ruang legalisasi diam-diam terhadap pelanggaran, Keempat, Koordinasi lintas OPD dan penguatan pengawasan terpadu secara insidentil maupun rutin.

Pembangunan tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan hukum dan hak publik. Pemerintah daerah, meski bukan penerbit izin, tetap bertanggung jawab atas tanah dan laut di wilayahnya. Mari kita pastikan bahwa sempadan pantai tidak hanya dijaga dengan regulasi, tapi juga dengan keberanian politik, pengawasan yang tegas, dan keberpihakan kepada masyarakat lokal. Dan kepada para investor, kami katakan: datanglah, berinvestasilah secara sah, dan bersama-sama kita bangun Manggarai Barat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

 

*Penulis adalah Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT